Para ilmuwan menemukan cara untuk menembus sikap apatis masyarakat terhadap iklim.
Ringkasan:
- Grafik hitam-putih bikin perubahan iklim terasa lebih nyata dibanding grafik suhu biasa.
- Otak manusia gampang menyesuaikan diri dengan perubahan pelan-pelan, jadi perlu visual yang tegas.
- Kalau mau bangkitkan kepedulian iklim, ubah cara kita menyampaikan datanya — bikin jelas, bikin “nendang”.
DULU, di Princeton, New Jersey, AS, danau membeku di musim dingin, orang-orang main hoki es, minum cokelat panas di tepiannya. Ya, nostalgia ala film-film liburan.
Tapi sekarang? Danau Carnegie hampir takpernah cukup beku buat dipakai seluncur. Suhunya naik hampir 4°F sejak 1970. Tradisi musiman pun lenyap, pelan tapi pasti.
Nah, Grace Liu, mahasiswa Ph.D. di Carnegie Mellon, mulai berpikir, 'Gimana kalau orang-orang bakal lebih peduli soal krisis iklim kalau kehilangan yang langsung terasa di hidup mereka?'
Grafik Hitam-Putih vs. Grafik Biasa
Liu dan timnya bikin riset yang keren banget dan hasilnya dimuat di jurnal Nature Human Behavior. Intinya, mereka bereksperimen dengan dua jenis grafik:
- Grafik pertama menampilkan data suhu musim dingin yang perlahan naik dari tahun ke tahun.
- Grafik kedua menampilkan hal yang sama, tapi dengan cara lebih to the point: “Danau beku” atau “danau tak beku.” Hitam-putih. Ya atau tidak.
Tebak mana yang bikin orang langsung ngeh bahwa ada sesuatu yang salah? Benar: grafik hitam-putih.
Meski datanya sama persis, penyajian yang lebih tegas bikin otak kita merasa perubahan itu lebih dramatis. Penelitian ini diuji ulang pakai data nyata dari kota-kota di AS dan Eropa, dan hasilnya tetap konsisten.
“Ini salah satu efek paling jelas yang pernah saya lihat di bidang psikologi kognitif,” kata Rachit Dubey, co-author studi ini.
Kenapa ini penting?
Manusia punya kebiasaan buruk: terlalu cepat menyesuaikan diri dengan situasi buruk. Fenomena ini dikenal sebagai shifting baselines. Misalnya, meski tiap tahun suhu makin panas, kita tetap mikir, “Ah, kayaknya normal-normal aja.”
Makanya, meski badai makin parah, kebakaran hutan makin sering, dan kerugian ekonomi akibat bencana iklim di AS tahun lalu tembus 180 miliar dolar, isu perubahan iklim tidak menarik perhatian.
Dalam survei Gallup 2024, isu perubahan iklim kalah sama ekonomi, terorisme, dan kesehatan.
Masalahnya bukan di datanya, tapi bagimana data itu dikemas. Dubey bilang, grafik yang lebih tegas, seperti grafik "danau beku atau tidak" atau “climate stripes” yang memvisualisasikan suhu global dengan garis-garis merah dan biru, lebih ampuh bikin orang mikir.
Apa tidak terlalu sederhana?
Iya, visual hitam-putih kadang memang mengorbankan kompleksitas. Tapi menurut Jennifer Marlon dari Yale, menyampaikan urgensi kadang memang butuh kejutan visual.
Sayangnya, banyak ilmuwan belum terbiasa mengomunikasikan data secara visual yang efektif.
Singkatnya, kalau mau bikin orang peduli iklim, jangan cuma kasih mereka angka. Kasih mereka pengalaman. Kasih mereka visual yang bikin “klik” di kepala.***
Sumber: Grist - Scientists just found a way to break through climate apathy
إرسال تعليق