Orang-orang yang tak merasakan kenikmatan dari musik alias punya musical anhedonia, ternyata masih tetap punya dorongan kuat untuk bergerak saat mendengarkan musik yang ritmis.
Ringkasan:
- Orang dengan musical anhedonia tetap ingin bergerak saat dengar musik berirama, walau mereka tidak merasa senang mendengarkannya.
- Dorongan untuk bergerak ternyata bisa menghasilkan rasa nikmat tersendiri, terpisah dari kenikmatan musikal.
- Rasa "groove" lebih terkait dengan sistem gerak di otak daripada pusat kenikmatan.
PENELITI dari Concordia University, Isaac Romkey, penasaran soal dua hal utama yang bikin musik enak didengar: kenikmatan dan dorongan buat bergerak.
Lewat studi yang laporannya diterbitkan di jurnal PLOS One, Romkey ingin tahu apakah dua hal itu saling bergantung, atau bisa berdiri sendiri.
Peneliti melibatkan 204 partisipan yang direkrut secara daring. Dari jumlah itu, 17 orang dikategorikan punya musical anhedonia.
Adapun musical anhedonia adalah orang-orang yang tidak menikmati musik, tapi masih bisa menikmati hal lain seperti makanan atau interaksi sosial. Sisanya jadi kelompok kontrol.
Semua peserta dites dulu soal kemampuan mendengar nada dan irama, supaya hasilnya tidak bias karena gangguan pendengaran atau masalah motorik.
Para peserta mendengarkan potongan musik digital dengan variasi dalam kerumitan irama dan harmoni. Setelah tiap potongan, mereka menilai seberapa nikmat musik itu dan seberapa besar dorongan mereka untuk bergerak, lewat skala 1 sampai 5.
Hasilnya? Seperti yang diperkirakan, kelompok kontrol paling suka musik dengan irama yang tak terlalu simpel tapi juga tak terlalu rumit — jenis irama yang pas buat bikin badan ikut goyang.
Tapi yang mengejutkan, kelompok musical anhedonia juga menunjukkan pola yang hampir sama, meskipun skor kenikmatannya lebih rendah. Mereka tetap ingin bergerak saat dengar musik dengan irama sedang.
Yang lebih menarik lagi, buat kelompok musical anhedonia, satu-satunya sumber rasa senang yang mereka rasakan saat dengar musik ternyata datang dari dorongan untuk bergerak itu sendiri.
Sementara kelompok kontrol merasa senang baik karena musiknya, maupun karena dorongan untuk bergerak.
Penemuan ini memperkuat teori bahwa sistem gerak di otak (khususnya area dorsal striatum) bisa jadi sumber kenikmatan tersendiri, berbeda dari sistem kenikmatan utama (ventral striatum).
Jadi, bisa dibilang: otak kita mungkin lebih menikmati gerakan terhadap irama, daripada musiknya itu sendiri.
Meski begitu, penelitian ini punya keterbatasan. Misalnya, jumlah peserta dengan musical anhedonia tergolong kecil, dan diagnosa mereka berdasarkan kuesioner, bukan penilaian klinis.
Selain itu, musik yang dipakai masih berupa potongan nada piano sederhana — mungkin hasilnya beda kalau musiknya lebih kompleks atau mirip lagu sungguhan.
Tetap saja, studi ini membuka jalan baru buat memahami hubungan antara musik, gerak, dan kenikmatan. Termasuk juga kemungkinan bikin terapi musik yang fokus pada gerak, bukan cuma kenikmatan musikal.***
Sumber: PsyPost – Even people who don’t enjoy music still feel the urge to move to it
إرسال تعليق