Para peneliti menemukan bukti bahwa manusia purba menyeberangi lautan ke Sulawesi lebih dari satu juta tahun lalu.
Ringkasan
- Artefak batu dari situs Calio di Sulawesi menunjukkan kehadiran hominin lebih dari 1 juta tahun lalu.
- Temuan ini menyiratkan bahwa nenek moyang manusia sudah mampu menyeberangi lautan dalam era Pleistosen awal.
- Bukti ini menyamakan usia hunian Sulawesi dengan Flores dan mungkin lebih tua dari Luzon.
TEMUAN kecil kadang membuka pertanyaan besar. Itulah yang terjadi ketika para ilmuwan kembali meneliti pulau Sulawesi, sebuah wilayah yang sejak lama berada di tengah perdebatan asal-usul manusia di Nusantara.
Pulau ini berada di jantung Wallacea, zona pulau-pulau yang selalu dikelilingi laut dalam dan tidak pernah terhubung daratan, bahkan di puncak zaman es.
Artinya jelas, siapa pun yang mencapai Sulawesi di masa lalu harus menyeberangi laut dengan rakit, bongkahan kayu besar, atau bentuk awal perahu sederhana.
Itu bukan prestasi kecil untuk makhluk yang hidup lebih dari satu juta tahun silam.
Sebelumnya, para peneliti menemukan artefak di Talepu yang berusia sekitar 194.000 tahun, jauh sebelum Homo sapiens tiba sekitar 70.000 tahun lalu.
Namun, usia itu masih meninggalkan celah besar dibanding bukti di pulau tetangga:
Flores: alat batu lebih dari 1 juta tahun dan fosil Homo floresiensis.
Luzon, Filipina: alat batu dan tulang hewan berbekas potongan berusia ~700.000 tahun dan Homo luzonensis.
Sulawesi, berada di tengah-tengah geografi tersebut, selalu tampak “ketinggalan” secara arkeologis, sampai penelitian terbaru membuka bab baru.
Penelitian terbaru berfokus pada Calio, sebuah situs di Depresi Walanae, Sulawesi Selatan.
Semuanya dimulai ketika seorang peneliti melihat serpihan batu chert mencuat dari lapisan kerikil keras. Bentuknya terlalu rapi untuk pecahan alami.
Penggalian pada 2019–2022 menemukan tujuh artefak batu terkunci rapat dalam sedimen sungai purba, bersama fosil hewan seperti babi purba Celebochoerus, gigi buaya, dan gigi hiu.
Ini memastikan alat tersebut bukan artefak yang terseret air di masa modern. Analisis menunjukkan ciri-ciri klasik pembuatan alat batu:
- bidang pukulan datar
- retakan melengkung akibat hantaman
- pola serpihan yang jelas
Salah satu artefak menunjukkan pengerjaan ulang, tanda kemampuan teknis dan perencanaan.
Tim menggunakan dua metode penanggalan:
Lapisan tempat alat ditemukan memiliki magnetisme “terbalik”, yang berarti terbentuk sebelum batas Brunhes–Matuyama, peristiwa pembalikan medan magnet yang terjadi sekitar 773.000 tahun lalu.
US–ESR (Uranium Series – Electron Spin Resonance)
Digunakan pada gigi babi Celebochoerus. Hasilnya, 1,26 juta tahun (rentang 1,04–1,48 juta tahun).
Karena gigi babi berada sedikit di atas lapisan artefak, usia artefak setidaknya sekitar 1 juta tahun, bahkan bisa lebih tua.
Hasil ini memundurkan usia kehadiran hominin di Sulawesi lebih dari 800.000 tahun dari perkiraan sebelumnya.
Tidak ada fosil manusia yang ditemukan di Calio, sehingga identitasnya misterius.
Kemungkinan besar Homo erectus, yang sudah menyebar ke Asia lebih dari 1,6 juta tahun lalu, atau spesies hominin belum dikenal yang berkembang secara lokal. Yang jelas, mereka bukan Homo sapiens.
Temuan ini mengguncang pemahaman lama bahwa manusia purba hanya bergantung pada “jembatan darat.”
Nyatanya, jauh sebelum teknologi perahu berkembang, hominin sudah mengarungi laut dalam Wallacea, menyeberangi jarak laut signifikan, dan melakukannya berulang kali.
Ini memperkuat teori bahwa kemampuan navigasi dan eksplorasi sudah muncul jauh sebelum manusia modern lahir. Penelitian lengkap dipublikasikan di jurnal Nature.
Disadur dari Earth.com

إرسال تعليق