Ternyata, urusan dompet juga bisa menyentuh urat cemburu.
Ringkasan:
- Wanita lebih sensitif terhadap tanda-tanda pasangan “mengalihkan sumber daya” (uang, perhatian) ke orang lain, terutama sesama wanita.
- Pria menunjukkan sedikit kecemburuan saat pasangannya menerima uang dari pria lain, tapi tidak signifikan.
- Cemburu paling kuat muncul saat pasangan aktif memberi ke orang lain, dibanding saat pasangan pasif menerima dari orang lain.
CEMBURU itu emosi perlindungan—muncul sejak kita kecil dan berevolusi untuk mempertahankan relasi sosial penting dari ancaman. Dalam konteks asmara, cara pria dan wanita merespons ancaman bisa berbeda.
Teori evolusi menyebutkan, wanita lebih sensitif terhadap kemungkinan kehilangan sumber daya (seperti waktu, perhatian, uang), sementara pria lebih khawatir soal kesetiaan seksual karena menyangkut kepastian keturunan.
Untuk menguji teori ini, María Teresa Barbato dan timnya menggelar eksperimen dengan 56 pasangan heteroseksual. Rata-rata usia mereka 23 tahun dan sudah pacaran sekitar 2,5 tahun.
Mereka memainkan versi modifikasi dari dictator game, permainan ekonomi di mana seseorang membagi uang ke dua pihak. Tapi twist-nya, kali ini uang dibagi ke pasangan sendiri dan “saingan” dari lawan jenis.
Ngasih Uang vs Dikasih Uang
Peserta diberi dua skenario:
- Skenario “investasi”: Pasangan mereka membagi uang—\$100 ke orang asing lawan jenis, dan hanya \$30 ke mereka.
- Skenario “penerimaan”: Orang asing memberi \$100 ke pasangan mereka, dan cuma \$30 ke pasangannya sendiri.
Setelah melihat skenario itu, peserta diminta menilai rasa cemburu dari skala 1 (tidak cemburu) sampai 5 (sangat cemburu), juga emosi lain seperti senang atau cuek.
Hasilnya? Wanita merasa jauh lebih cemburu di skenario “investasi”—ketika pasangannya memberi uang ke wanita lain.
Ini menunjukkan bahwa tanda-tanda pasangan membagi perhatian dan sumber daya ke orang lain bisa menyalakan alarm emosi dalam diri perempuan.
Sementara pria, meskipun menunjukkan sedikit rasa cemburu saat pasangannya menerima uang dari pria lain, efeknya tidak terlalu kuat secara statistik.
Cemburu Aktif vs Pasif
Studi ini juga menemukan bahwa tindakan aktif pasangan dalam memberikan sesuatu ke orang lain jauh lebih menimbulkan cemburu dibanding sekadar menerima dari orang luar.
Dalam dunia nyata, ini bisa berarti: saat pasanganmu memberikan hadiah ke rekan kerjanya yang menarik atau sering traktir teman nongkrong lawan jenis, itu lebih bikin panas kuping daripada kalau dia “cuma” jadi objek perhatian orang lain.
Faktor-faktor seperti usia, tingkat pendidikan, atau berapa lama pacaran ternyata tidak banyak memengaruhi seberapa cemburunya seseorang. Tapi jenis kecemburuan—apakah kamu cenderung posesif, reaktif, atau cemas—bisa memperbesar emosi yang dirasakan.
Kenapa Ini Relevan Buat Kita?
Di era sekarang, hubungan asmara bukan cuma soal fisik atau perasaan. Ada juga unsur ekonomi, perhatian, dan waktu yang bisa jadi sumber konflik.
Studi ini memberi kita cara baru untuk memahami rasa cemburu bahwa bukan hanya apa yang pasangan lakukan, tapi bagaimana mereka mendistribusikan sumber daya mereka ke orang lain yang bisa memicu reaksi emosional.
Buat kamu yang pernah merasa kesal karena pasanganmu lebih royal ke “teman perempuan” dengan alasan “teman aja kok,” mungkin kamu nggak lebay.
Otakmu sedang memproses ancaman terhadap investasi emosional yang kamu tanamkan di hubungan itu.
Tapi tentu saja, ini baru studi awal. Peneliti mengakui bahwa mereka belum sepenuhnya menguji semua faktor penting, seperti daya tarik si “saingan” atau nuansa seksual yang biasanya kuat dalam kecemburuan pria.
Dan sampel penelitian juga masih kecil. Jadi, perlu studi lebih lanjut untuk menguatkan temuan ini.
Sumber: PsyPost - Scientists use economic game to reveal sex differences in jealousy triggers
إرسال تعليق