Penelitian baru yang dipimpin oleh Tulane University dan dipublikasikan di Nature Geoscience mengungkap kejutan besar dalam sejarah Bumi.
Foto: Torbjörn Törnqvist/Tulane UniversityRingkasan
- Sekitar 8.000–9.000 tahun lalu, pencairan es Amerika Utara memicu kenaikan permukaan laut global lebih dari 10 meter.
- Antarktika ternyata hanya berperan kecil dalam kenaikan laut pada periode itu.
- Temuan ini membantu memahami risiko perubahan iklim dan arus laut masa kini, seperti potensi pelemahan Gulf Stream.
SELAMA puluhan tahun, ilmuwan meyakini bahwa Antarktika adalah biang keladi utama kenaikan permukaan laut setelah Zaman Es terakhir.
Namun penelitian terbaru yang dipimpin oleh profesor geologi Torbjörn Törnqvist dari Tulane University membalikkan keyakinan itu.
“Kami harus merevisi besar-besaran sejarah pencairan es di masa kritis ini,” ujar Törnqvist. “Jumlah air tawar yang masuk ke Samudra Atlantik Utara jauh lebih besar dari yang pernah diperkirakan.”
Dengan kata lain, lapisan es di Amerika Utara, yang dulu menutupi sebagian besar Kanada dan bagian utara Amerika Serikat, telah mencair lebih cepat dan lebih banyak dari dugaan.
Hal tersebut menyumbang lebih dari 30 kaki (sekitar 10 meter) kenaikan permukaan laut global antara 8.000 hingga 9.000 tahun lalu.
Samudra Atlantik Utara adalah “mesin pengatur cuaca” Bumi, tempat arus besar seperti Gulf Stream menjaga Eropa tetap hangat dan menstabilkan iklim global.
Peningkatan air tawar dari es yang mencair bisa memperlambat arus ini, menyebabkan Eropa mendingin drastis dan mengubah pola hujan di daerah lain—termasuk hutan hujan Amazon.
Namun, hasil studi ini menunjukkan bahwa sistem iklim Bumi ternyata lebih tangguh di masa lalu. Meskipun ada ledakan besar air tawar, Gulf Stream tidak kolaps total.
Ini memberikan harapan, sekaligus peringatan bahwa sistem iklim bisa bertahan, tetapi batas ketahanannya tidak bisa terus diuji.
Misteri ini terpecahkan berkat penemuan mengejutkan di dekat New Orleans. Mantan peneliti pascadoktoral Tulane, Lael Vetter, menemukan endapan rawa purba yang terkubur dalam di bawah Sungai Mississippi.
Dengan teknik penanggalan karbon-14, ia menemukan bahwa lapisan itu berasal dari lebih dari 10.000 tahun lalu. Data ini memberi petunjuk langka tentang bagaimana permukaan laut naik setelah Zaman Es.
Peneliti selanjutnya, Udita Mukherjee, kemudian menggabungkan data dari Delta Mississippi, Eropa, dan Asia Tenggara.
Hasilnya menunjukkan perbedaan signifikan dalam tingkat kenaikan laut di berbagai wilayah dunia, dan satu-satunya penjelasan yang cocok adalah pencairan es besar-besaran di Amerika Utara.
“Penelitian ini mengingatkan kita betapa kompleksnya sistem iklim Bumi,” ujar Mukherjee, kini peneliti di University of Hong Kong.
Ia menekankan pentingnya pandangan global dalam studi iklim, bukan hanya berfokus pada belahan bumi utara.
“Dengan memperluas pandangan ke data dari Asia Tenggara, kami bisa memahami gambaran besar dan bekerja menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.”
Temuan ini tidak hanya menulis ulang sejarah geologi, tetapi juga memperingatkan kita di masa kini.
Jika es di Greenland atau Antarktika mencair dalam skala serupa, kenaikan laut 10 meter bukan lagi cerita masa lampau—melainkan potensi masa depan.
Disadur dari EurekAlert.
إرسال تعليق