Pemimpin Berkepribadian Gelap Bisa Bikin Pendukungnya Makin Benci Lawan Politik

Politikus dengan sifat 'dark triad' punya pengaruh yang mendalam bagi pendukungnya.


Politikus dengan sifat 'dark triad' punya pengaruh yang mendalam bagi pendukungnya.    Foto Ilustrasi: wavebreakmedia_micro/Freepik
Foto Ilustrasi: wavebreakmedia_micro/Freepik


Ringkasan: 

  • Pemimpin manipulatif bikin fans makin benci lawan politiknya, tapi hanya kalau mereka merasa ideologinya sama.
  • Machiavellianisme paling beracun di antara sifat “dark triad” dalam memicu kebencian emosional politik.
  • Polarisasi bukan soal siapa lawanmu, tapi siapa idolamu, dan kalau idolamu toksik, bisa jadi kamu ikut-ikutan radikal.


PERNAHKAH merasa pendukung tokoh politik tertentu super emosional terhadap pihak lawan? Bisa jadi, itu bukan cuma karena beda kebijakan, tapi karena si tokoh idolanya punya kepribadian yang, yah… gelap.


Sebuah studi mengungkap bahwa pemimpin politik yang punya sifat-sifat seperti narsistik, manipulatif, dan psikopat ringan alias “Dark Triad” bisa memperparah kebencian emosional antara pendukung dan lawan politik. 


Tapi, efek ini hanya muncul kalau si pemilih ngefans banget secara ideologis. Kalau cuma soal lawan yang nggak disukai? Gak ngaruh.


Siapa yang disebut punya dark personality?


Dalam dunia psikologi, ada istilah Dark Triad, yaitu tiga sifat kepribadian yang secara sosial dianggap menyebalkan, tapi tidak sampai gangguan jiwa. Tiga sifat itu:

  • Narsisme: haus perhatian, merasa paling penting.
  • Psikopati: dingin, impulsif, minim empati.
  • Machiavellianisme: manipulatif, licik, dan selalu mikir untung sendiri.


Sifat-sifat ini sering muncul di dunia politik—baik dalam bentuk kampanye yang agresif, janji manis penuh tipu-tipu, atau pemimpin yang selalu merasa “dirinyalah rakyat”.


Emosi pemilih bukan soal siapa lawannya, tapi siapa idolanya


Riset ini menggabungkan dua sumber data:

  1. Survei dari para ahli politik soal kepribadian para kandidat dalam 40 pemilu nasional antara 2016–2021. Kandidatnya? Nama-nama besar seperti Trump, Bolsonaro, Macron, hingga Merkel.
  2. Survei ke publik yang menilai seberapa “hangat” atau “dingin” perasaan mereka terhadap kandidat—pakai semacam termometer emosi.


Dari gabungan data itu, peneliti mencocokkan sekitar 34.000 pemilih dengan sifat “gelap” dari tokoh yang mereka dukung dan yang mereka benci. 


Hasilnya? Kebencian emosional pada lawan justru meningkat kalau pemilih merasa dekat secara ideologis dengan tokoh yang punya sifat gelap.


Dan sifat yang paling bikin efeknya parah? Machiavellianisme. Si manipulatif sejati ini punya dampak paling kuat dalam membakar kebencian emosional terhadap lawan politik.


Tak cuma soal ideologi, ini soal keterikatan emosional


“Pemilih tak cuma mendukung tokoh karena ideologinya, tapi karena mereka merasa tokoh itu mewakili dirinya,” kata Alessandro Nai, penulis studi dari Universitas Amsterdam.


Dan ini bisa jadi masalah serius buat demokrasi. Makin banyak pemilih yang merasa terikat emosional pada pemimpin yang manipulatif, makin tinggi potensi polarisasi. 


Ini bukan cuma soal debat panas di medsos, tapi bisa berdampak pada retaknya nilai demokrasi, kesulitan kompromi, bahkan rusaknya hubungan antarwarga.


Uniknya, pemimpin lawan yang juga narsis atau manipulatif tidak memberi efek polarisasi yang sama. Jadi, bukan karena kita benci lawan politik, tapi karena kita terlalu cinta sama pemimpin kita, apalagi kalau dia toxic.


Peneliti juga mengingatkan, ini belum bisa disimpulkan sebagai hubungan sebab-akibat. Bisa jadi, pemilih yang sudah polarisasi duluan memang lebih tertarik pada tokoh yang kelihatan kuat, manipulatif, dan “berani lawan siapa saja”. 


Jadi ada semacam spiral gelap: pemimpin gelap menarik pendukung emosional, dan pendukung emosional makin mendewakan pemimpin gelap.


Dan ini bukan cuma soal tingkat nasional. Belum ada yang tahu apakah pola ini berlaku juga di level lokal. Tapi mengingat pemilih sering lebih dekat dengan politisi lokal, bisa jadi efeknya malah lebih ngegas.***


Sumber: PsyPost - Dark personalities in politicians may intensify partisan hatred — particularly among their biggest fans


Post a Comment

أحدث أقدم