Penelitian terbaru dari Universitas California, Berkeley menemukan sebuah bias kognitif bernama doubling-back aversion, kecenderungan untuk menolak jalur yang lebih efisien.
Ringkasan
- Doubling-back aversion: enggan mengambil jalur lebih cepat jika harus “menghapus” langkah sebelumnya.
- Didorong oleh dua faktor, perasaan progres yang hilang dan beban tambahan yang dirasakan kalau harus memulai ulang.
- Terbukti konsisten di berbagai eksperimen, baik fisik (VR) maupun kognitif seperti permainan kata.
PERNAHKAH kamu tetap memaksakan untuk melanjutkan perjalanan yang salah arah, padahal ada rute lain yang lebih cepat jika Anda mau putar balik sebentar? Jika iya, kamu tidak sendirian.
Para ilmuwan baru saja mengidentifikasi sebuah "glitch" atau bias kognitif dalam cara berpikir manusia yang menjelaskan fenomena ini, yang mereka sebut sebagai doubling-back aversion atau keengganan untuk berbalik arah.
Temuan dari University of California, Berkeley, ini mengungkap alasan psikologis mengapa kita sering menolak solusi yang lebih efisien hanya karena itu mengharuskan kita untuk memutar kembali.
Para peneliti di UC Berkeley mempublikasikan temuan mereka di jurnal Psychological Science pada Mei lalu.
Mereka menjelaskan bahwa keengganan untuk berbalik arah ini muncul dari rasa takut bahwa usaha yang sudah kita kerahkan akan terbuang percuma.
"Keengganan peserta untuk merasa usaha masa lalu mereka sia-sia mendorong mereka untuk memilih cara yang kurang efisien," tulis para peneliti.
Untuk menggambarkan bias ini, bayangkan kamu sedang dalam penerbangan dari San Francisco ke New York, namun pesawat mengalami penundaan parah dan kamu terdampar di Los Angeles.
Maskapai menawarkan dua pilihan untuk sampai tujuan tiga jam lebih cepat, pertama, dengan penerbangan baru via Denver, atau kedua, dengan penerbangan yang mengharuskan kembali dulu ke San Francisco.
Meskipun keduanya menghemat waktu yang sama, penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan orang akan menolak opsi kedua karena mengharuskan mereka untuk "mundur".
Untuk menguji hipotesis ini, para peneliti melakukan empat eksperimen yang melibatkan lebih dari 2.500 orang dewasa. Dalam salah satu tes, peserta diminta menyusuri jalan di dunia virtual reality.
Di tes lain, mereka diminta menyebutkan kata sebanyak mungkin yang dimulai dengan huruf "G". Di tengah-tengah, mereka diberi pilihan, tetap dengan huruf "G" atau beralih ke huruf "T" yang kemungkinan lebih mudah.
Hasilnya sangat mencolok. Ketika pilihan dibingkai sebagai tugas baru, sekitar 75% peserta memilih beralih.
Namun, ketika pilihan tersebut disajikan seolah-olah mereka harus "membuang pekerjaan yang sudah dilakukan dan memulai lagi," hanya 25% yang mau beralih.
Fenomena ini adalah kerabat dekat dari bias kognitif lain yang lebih terkenal, yaitu sunk cost fallacy.
Menurut situs The Decision Lab, sunk cost fallacy adalah kecenderungan kita untuk terus melanjutkan sesuatu yang telah kita investasikan (baik waktu, uang, atau tenaga), bahkan ketika berhenti jelas-jelas merupakan pilihan yang lebih baik.
Contoh klasiknya adalah saat kita memaksakan diri menonton film yang membosankan sampai habis hanya karena sudah telanjur membeli tiket, atau terus mempertahankan bisnis yang merugi karena sudah terlalu banyak modal yang ditanam.
Perbedaan utamanya adalah, sunk cost fallacy berfokus pada sumber daya yang telah "tenggelam", sementara doubling-back aversion lebih spesifik pada tindakan "mundur" secara fisik atau konseptual.
Keduanya sama-sama membuat kita mengambil keputusan yang tidak rasional.
Kristine Cho, penulis utama studi dan seorang mahasiswa PhD di UC Berkeley, mengaku terkejut dengan hasil penelitiannya.
"Ketika saya menganalisis hasilnya, saya berpikir, 'Apakah ada kesalahan? Bagaimana bisa perbedaannya sebesar ini?'" katanya.
Tentu saja, temuan ini masih memerlukan konfirmasi dari penelitian lebih lanjut untuk memahami seberapa sering kita terjebak dalam bias ini dan dalam situasi apa saja ia paling mungkin terjadi.
Namun untuk saat ini, setidaknya kita punya nama ilmiah untuk menjelaskan mengapa kita kadang begitu keras kepala menolak untuk putar balik demi mencari jalan yang lebih baik.
Disadur dari Gizmodo.

إرسال تعليق