Ketika Ubur-Ubur Serang Reaktor Nuklir di Prancis

Fenomena aneh ini menegaskan bahwa krisis iklim dan perubahan ekologi laut bisa membawa dampak yang tak terduga bahkan pada infrastruktur energi vital.


Fenomena aneh ini menegaskan bahwa krisis iklim dan perubahan ekologi laut bisa membawa dampak yang tak terduga bahkan pada infrastruktur energi vital.Ilustrasi dibuat oleh AI.


Ringkasan 

  • Ribuan ubur-ubur menyumbat sistem pendingin reaktor Gravelines hingga empat reaktor terhenti sementara.
  • Peristiwa serupa pernah terjadi di Jepang, Skotlandia, dan Swedia, dan makin sering muncul akibat iklim yang memanas.
  • Ubur-ubur makin diuntungkan oleh perubahan laut: lebih banyak plankton, lebih sedikit predator, dan mereka bisa "melewati" filter sistem pendingin.


EMPAT reaktor nuklir di Gravelines, Prancis, terpaksa berhenti beroperasi. Bukan karena sabotase atau kerusakan teknis canggih, melainkan karena serangan “alien” dari laut, ubur-ubur menyumbat sistem pendingin reaktor. 


Peristiwa “serangan ubur-ubur” ini terjadi pada Minggu, 10 Agustus 2025, ketika tiga reaktor di PLTN Gravelines, Prancis. Keesokan harinya,  satu reaktor tambahan juga ikut berhenti sementara.


Ubur-ubur memang makhluk luar biasa. Usianya dua kali lebih tua dari dinosaurus, tak punya otak, paru-paru, atau jantung, namun tetap eksis lebih dari 500 juta tahun


Kini, mereka punya reputasi baru: pengganggu reaktor nuklir. 


Menurut operator listrik milik negara, Électricité de France (EDF), makhluk transparan ini berkumpul di sekitar drum filter stasiun pompa yang mengambil air dari kanal menuju Laut Utara


Untungnya, sistem keamanan reaktor memastikan tidak ada ancaman pada fasilitas, staf, maupun lingkungan. Sayangnya, bagi ubur-ubur itu sendiri, nasibnya tidak seindah itu.


Mengapa Prancis sangat bergantung pada nuklir? Sejak Krisis Minyak 1973, negara ini berinvestasi besar-besaran pada tenaga nuklir


Kini ada 57 reaktor beroperasi, dan Gravelines sendiri menyumbang hampir 6% listrik nasional. Bahkan, per Juni 2025, kapasitas pembangkit nuklir Prancis lebih besar daripada Cina meski populasinya hanya seperduapuluh.


Namun, lokasi reaktor di pesisir justru membuatnya rawan gangguan biologis. 


Pendinginan dengan air laut memang efektif, tapi tidak sepenuhnya aman. Filter bisa mencegah makhluk hidup masuk ke sistem, tapi tidak mencegah penyumbatan di pintu masuk. 


Lebih buruk lagi, saat ubur-ubur mati, tubuh mereka “mencair” sehingga mudah lolos melewati filter dan menimbulkan masalah lebih jauh di dalam sistem.


Fenomena ini bukan hal baru. Tahun-tahun sebelumnya, reaktor nuklir di Jepang, Skotlandia, hingga Swedia juga sempat terganggu oleh serangan ubur-ubur. 


Para ilmuwan menilai iklim yang menghangat membuat perairan semakin ramah bagi ubur-ubur. 


Suhu laut naik, plankton—makanan utama ubur-ubur—melimpah akibat limpasan pupuk pertanian, sementara predator alami seperti ikan dan penyu justru makin terdesak. 


Dalam kondisi ini, kekurangan otak dan darah justru menjadi keuntungan evolusioner bagi ubur-ubur.


Bagaimana dunia merespons? Ada yang mencoba solusi nyeleneh, menjadikan ubur-ubur sebagai makanan. Di beberapa negara Asia, hidangan berbahan ubur-ubur sudah lazim. 


Namun, solusi jangka panjang tetap kembali ke akar masalah: menekan emisi karbon dan mengurangi polusi pertanian yang menciptakan “zona mati” di laut.


Ubur-ubur, meski tampak remeh, punya peran ekologi penting di lautan. Tapi saat mereka tiba-tiba bisa mematikan empat reaktor nuklir sekaligus, mungkin sudah saatnya kita berhenti meremehkan makhluk yang satu ini.


Kita juga bisa mulai bertanya siapa sebenarnya yang bersalah, mereka atau kita sendiri.


Disadur dari Popular Mechanics


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama