Penelitian mengungkap, keyakinan “semua orang pasti sepakat dengan saya” yang disebut false consensus belief bisa mendorong seseorang lebih dekat ke pola pikir populis.
Ringkasan
- Orang yang meyakini pandangannya didukung banyak orang lebih rentan punya sikap populis.
- Efek ini muncul baik di spektrum politik kiri maupun kanan, tapi paling kuat di kelompok kanan ekstrem.
- Salah persepsi soal opini publik berkaitan erat dengan ketidakpercayaan pada institusi dan partai politik.
PENELITIAN yang dimuat dalam Political Psychology ini menggunakan data dari 3.500 responden dewasa di Jerman, dan fokus pada fenomena psikologis bernama false consensus effect.
Ini adalah kecenderungan kita untuk meyakini bahwa pendapat pribadi kita juga diamini oleh kebanyakan orang, padahal faktanya tidak demikian.
Para peneliti menemukan bahwa mereka yang paling tinggi dalam false consensus belief juga menunjukkan sikap populis yang lebih kuat.
Misalnya, mereka mendukung gagasan bahwa “kehendak rakyat” harus langsung dijalankan, tanpa perlu prosedur politik konvensional.
Mereka juga cenderung tidak percaya pada elite politik, dan melihat dunia politik secara hitam-putih—rakyat yang murni versus elite yang korup.
Yang menarik, efek ini tidak bergantung pada posisi politik seseorang—baik kiri maupun kanan.
Tapi ternyata, kepercayaan berlebih ini paling tinggi di kalangan sayap kanan ekstrem, seperti pendukung AfD (Alternative für Deutschland).
Mereka cenderung merasa bahwa pandangan mereka didukung “mayoritas diam”, walaupun data tidak mendukung klaim itu.
Menurut Nils D. Steiner dari Johannes Gutenberg University Mainz, salah satu penulis studi, ilusi kesepakatan umum ini bisa membuat orang lebih mudah menelan narasi populis.
Misalnya ketika seorang politisi berkata, “hanya elite yang tidak mendengar suara rakyat,” maka si pendukung merasa, "Ya! Itu suara saya dan semua orang juga begitu!", padahal belum tentu.
Masalahnya, di era media sosial sekarang, orang mudah masuk ke “gelembung informasi” (echo chamber) yang memperkuat pandangan pribadi.
Algoritma media sosial dan media partisan sering hanya menyuguhkan konten yang sejalan, membuat orang merasa, "Lihat kan? Semua orang setuju sama saya!" Padahal mereka hanya terpapar opini sejenis berulang kali.
Peneliti menyarankan perlunya riset lanjutan:
- Apakah memberi tahu orang bahwa pendapat mereka minoritas bisa mengurangi sikap populis?
- Bagaimana media membentuk ilusi “kesepakatan umum”?
- Dan kenapa sebagian orang lebih rentan terhadap false consensus dibanding lainnya?
Meskipun studi ini bersifat observasional (tidak membuktikan sebab-akibat), temuan ini penting di tengah naiknya populisme global.
Jika kita ingin memperkuat demokrasi, salah satu langkahnya mungkin dimulai dari hal sederhana, menyadari bahwa dunia tidak selalu setuju dengan kita—dan itu wajar.
Disadur dari artikel berjudul People who think “everyone agrees with me” are more likely to support populism yang tayang di PsyPost.
Posting Komentar