Ada teori baru yang bikin kepala kita berputar. Bagaimana kalau alam semesta justru lahir dari dalam lubang hitam di semesta lain yang jauh lebih besar?
Ringkasan
- Teori baru menyebut alam semesta kita bisa jadi hasil dari "pantulan" materi yang runtuh dalam lubang hitam, bukan dari ledakan Big Bang.
- Singularitas, titik padat tak terhingga dalam teori Big Bang, dalam teori ini digantikan oleh momen pantulan, di mana gravitasi tak langsung membentuk ledakan tapi justru membalik arah materi.
- Bukti utama dari teori ini adalah bentuk alam semesta yang sedikit melengkung, bukan datar sempurna. Ini bisa diuji lewat pengamatan lebih lanjut.
SELAMA ini kita tumbuh dengan narasi bahwa alam semesta dimulai dari "Big Bang"—ledakan maha dahsyat yang melemparkan segala sesuatu dari titik padat tak terhingga menjadi kosmos luas seperti sekarang.
Big Bang memang jadi teori dominan selama hampir satu abad. Tapi teori ini punya masalah: ia bergantung pada “singularitas”—titik yang saking padat dan kecilnya, hukum fisika jadi tak berlaku.
Selain itu, ia mengharuskan keberadaan gaya misterius seperti "inflasi kosmik" yang belum pernah kita lihat secara langsung. Teori Big Bang juga belum menjawab pertanyaan paling mendasar, sebelum ledakan, ada apa?
Inilah celah yang coba diisi oleh fisikawan Enrique Gaztañaga dari Institut Kosmologi ICE di Spanyol.
Dalam penelitiannya yang diterbitkan di jurnal Physical Review D, Gaztañaga mengusulkan bahwa semesta bukan berawal dari ledakan.
Lantas dari mana? Menurutnya semesta dari keruntuhan gravitasi seperti yang terjadi saat bintang mati menjadi lubang hitam, lalu "memantul" dan mulai mengembang.
Menurutnya, di bawah kondisi tertentu, awan materi yang sangat padat tidak harus berakhir sebagai singularitas. Alih-alih, ia bisa mencapai kepadatan ekstrem lalu memantul menjadi fase ekspansi baru—alias kelahiran semesta seperti yang kita tahu.
Teori ini menggabungkan dua pilar utama fisika: Relativitas Umum (yang menjelaskan objek besar seperti bintang dan galaksi) dan Mekanika Kuantum (yang mengatur dunia partikel kecil).
Keduanya selama ini sulit disatukan, apalagi ketika berbicara soal awal mula segalanya.
Gaztañaga menyebut proses ini sebagai "bounce"—pantulan kuantum dari keruntuhan gravitasi.
Pantulan ini tak perlu gaya baru yang belum ditemukan seperti dalam teori inflasi kosmik. Ia cukup mengikuti hukum fisika yang sudah kita kenal, tapi dengan pendekatan baru.
Dalam artikelnya di The Conversation, Gaztañaga menyebut, "Pantulan ini tidak hanya mungkin, tapi justru tak terelakkan dalam kondisi yang tepat."
Teori ini bukan cuma imajinasi liar. Ia membuat prediksi nyata yang bisa diuji. Alam semesta kita seharusnya tidak benar-benar datar, tapi sedikit melengkung, mirip permukaan bola raksasa.
Jika observasi ke depan membuktikan hal ini, teori "semesta dari lubang hitam" bisa jadi alternatif serius dari Big Bang.
Data dari misi pengamatan seperti teleskop Planck milik ESA pernah mengindikasikan kemungkinan kecil kelengkungan semesta, meski belum pasti.
Jika ke depan kita bisa mengukur kelengkungan dengan akurasi lebih tinggi, itu bisa jadi "senjata rahasia" teori pantulan ini.
Lebih dari sekadar awal mula, teori ini bisa membantu menjawab misteri kosmik lain,asal-usul lubang hitam supermasif, apa itu dark matter, bahkan bagaimana galaksi berevolusi.
Tak hanya itu, jika teori ini benar, maka alam semesta yang kita tinggali sekarang adalah interior dari sebuah lubang hitam raksasa di semesta lain—semacam “matriks kosmik” di mana kita cuma bagian kecil dari struktur lebih besar.
“Kita mungkin hidup di dalam lubang hitam yang terbentuk dari semesta induk yang jauh lebih besar,” tulis Gaztañaga.
Teori Big Bang bukan satu-satunya jawaban soal asal-usul semesta.
Dan seperti yang dikatakan oleh astrofisikawan Carlo Rovelli dalam wawancaranya dengan Scientific American, “Yang kita pikir sebagai permulaan bisa jadi hanya transisi dari sesuatu sebelumnya.”
Posting Komentar