Bukan hanya soal polusi udara, warga yang bermukim di wilayah peternakan besar ternyata rentan dengan berbagai dampak negatif lainnya.
Ringkasan
- Seperempat AFO di AS hanya berada di 30 dari lebih dari 3.000 county.
- Kadar partikel PM2.5 28% lebih tinggi di dekat peternakan sapi dan 11% lebih tinggi di dekat peternakan babi dibanding wilayah serupa tanpa AFO.
- Komunitas sekitar AFO umumnya memiliki tingkat asuransi kesehatan dan pendidikan yang rendah.
WILAYAH yang memiliki banyak Animal Feeding Operations (AFO), peternakan besar sapi dan babi, di AS, cenderung mengalami polusi udara yang lebih tinggi dan cakupan asuransi kesehatan yang lebih rendah.
Studi para peneliti dari University of Michigan ini juga menyoroti, komunitas sekitar AFO sering kali termasuk kelompok rentan dengan tingkat pendidikan rendah dan proporsi penduduk Latino yang lebih tinggi.
AFO adalah jenis peternakan di mana hewan dipelihara dan diberi makan lebih dari 45 hari dalam setahun, dengan kotoran hewan disimpan di lokasi.
Selain baunya yang menyengat, kotoran tersebut menghasilkan debu dan partikel yang mencemari udara. Di AS, terdapat lebih dari 15.000 AFO, yang menyumbang 70% produksi sapi dan 98% produksi babi.
Menurut penelitian yang terbit di Communications Earth & Environment itu, seperempat dari semua AFO berada hanya di 30 county.
Wilayah-wilayah ini bukan hanya menghadapi polusi udara yang lebih parah, tetapi juga memiliki populasi yang lebih rentan secara ekonomi dan kesehatan.
Banyak penduduknya tidak memiliki asuransi kesehatan, tingkat pendidikan rendah, dan proporsi penduduk Latino lebih tinggi.
Sanaz Chamanara, penulis utama studi ini, memetakan lokasi AFO secara detail dengan menggabungkan data pemerintah dan citra satelit.
Hasilnya, total luas AFO di AS setara dengan sekitar 500.000 lapangan sepak bola, dengan hampir 80% di antaranya adalah peternakan sapi.
Chamanara menegaskan bahwa dataset ini akan sangat berguna bagi peneliti kesehatan masyarakat dan advokat keadilan lingkungan.
Penelitian ini fokus pada polusi PM2.5, partikel halus berukuran 2,5 mikrometer atau kurang, yang dapat masuk jauh ke paru-paru dan memicu masalah jantung, pernapasan, serta jaringan parut pada paru.
Temuan menunjukkan bahwa wilayah sekitar peternakan sapi memiliki kadar PM2.5 rata-rata 28% lebih tinggi, sementara wilayah sekitar peternakan babi 11% lebih tinggi, dibandingkan wilayah serupa tanpa AFO.
Benjamin Goldstein, penulis senior studi ini, menegaskan, daging yang dikonsumsi masyarakat memerlukan ruang produksi yang besar dan menghasilkan banyak polusi, yang bebannya harus ditanggung oleh komunitas lain.
Di Indonesia, beberapa studi resmi terkait sektor peternakan menunjukkan kontribusi signifikan terhadap emisi gas rumah kaca, terutama metana (CH₄) dan dinitrogen oksida (N₂O).
Laporan dari IPB (2019) menunjukkan bahwa sektor peternakan Indonesia menyumbang emisi gas rumah kaca GRK signifikan. Sekitar 796,8 Gg CH₄ dari sapi potong pada 2017, dengan total emisi sektor ini mencapai 35.500–39.700 Gg CO₂-e.
Sementara penelitian di Sulawesi Tengah (2016) menyebutkan, sektor peternakan di daerah itu menyumbang 633.178 CO₂-e Gg/tahun, dengan metana (CH₄) dan dinitrogen oksida (N₂O) sebagai kontributor utama.
Studi di Muaro Jambi yang menggunakan metode IPCC Tier-1 melaporkan emisi 1,1227 Gg CH₄/tahun dari fermentasi enterik sapi, dengan tambahan emisi dari pengelolaan kotoran serta emisi tidak langsung.
Disadur dari Phys.org dan beberapa sumber daring.

Posting Komentar