Teknologi Baru Ubah Debu Bulan Jadi Air, Oksigen, dan Bahan Bakar

 Ilmuwan berhasil manfaatkan tanah Bulan untuk mendukung hidup astronot tanpa pasokan dari Bumi.


Ilmuwan berhasil manfaatkan tanah Bulan untuk mendukung hidup astronot tanpa pasokan dari Bumi.Ilustrasi dibuat oleh AI.


Ringkasan 


BAYANGKAN bisa tinggal di Bulan tanpa harus membawa air dari Bumi. Terdengar seperti fiksi ilmiah, bukan? Tapi, kini tidak lagi. 


Para ilmuwan baru saja mengembangkan teknologi revolusioner yang mampu mengubah tanah Bulan menjadi air, oksigen, dan bahan bakar, semuanya hanya dengan bantuan cahaya Matahari.


Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Joule pada 16 Juli 2025 ini bukan hanya teori. Teknologi ini telah diuji di laboratorium menggunakan sampel tanah Bulan dari misi Chang’e-5 milik China. 


Hasilnya menjanjikan.


“Kami tak pernah membayangkan ‘sihir’ yang dimiliki oleh tanah Bulan,” kata Lu Wang dari Chinese University of Hong Kong, Shenzhen. 


“Yang paling mengejutkan adalah bagaimana semua proses ini bisa terintegrasi dalam satu langkah efisien.”


Mengirim satu galon (sekitar 3,8 liter) air ke luar angkasa bisa menghabiskan biaya lebih dari Rp 1,3 miliar. Padahal, satu astronaut membutuhkan sekitar 4 galon per hari. 


Jadi, membawa air ke Bulan jelas bukan solusi jangka panjang.


Belum lagi soal oksigen untuk bernapas dan bahan bakar untuk mobilitas atau kembali ke Bumi. Di sinilah tanah Bulan menunjukkan “sihirnya”. 


Dalam jumlah tertentu, tanah Bulan ternyata mengandung mineral seperti ilmenit, sejenis mineral hitam berat—yang dapat digunakan sebagai sumber air dan bahan bakar, jika diproses dengan cara yang tepat.


Teknologi baru ini punya dua fungsi utama:

  1. Mengambil air dari tanah Bulan, dan
  2. Mengubah CO₂ (yang diembuskan astronaut saat bernapas) menjadi gas hidrogen dan karbon monoksida, yang bisa diproses lebih lanjut menjadi bahan bakar dan oksigen.


Semuanya dilakukan dengan strategi fototermal, yakni menggunakan cahaya Matahari untuk menghasilkan panas dan memicu reaksi kimia dalam reaktor kecil berisi tanah Bulan dan gas CO₂.


Dengan cara ini, sistem bisa menyaring dan mengolah segala sumber yang tersedia di Bulan, dari tanah sampai udara napas astronaut, menjadi sumber daya vital.


Meski menjanjikan, teknologi ini masih jauh dari sempurna. Para peneliti mengingatkan bahwa tantangan di permukaan Bulan sangat ekstrem:

  • Suhu bisa melonjak dari -170°C hingga lebih dari 120°C.
  • Tanah Bulan tidak seragam, sehingga bisa memengaruhi efektivitas proses.
  • CO₂ dari napas astronot mungkin tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan oksigen dan bahan bakar mereka.
  • Performanya saat ini masih belum memadai untuk mendukung kehidupan sepenuhnya di luar Bumi.


Namun begitu, potensi teknologi ini tetap luar biasa. Jika pengembangannya berlanjut, sistem ini bisa jadi fondasi utama koloni manusia di Bulan atau bahkan sebagai “SPBU” antariksa bagi misi ke Mars dan planet lain.


“Mengatasi rintangan teknis dan biaya besar dalam pengembangan serta operasionalisasi teknologi ini adalah kunci menuju eksplorasi luar angkasa yang berkelanjutan,” tulis para peneliti.


Disadur dari ScienceAlert.


Post a Comment

أحدث أقدم