Hadapi Rasa Takut Dalam Mimpi, Ampuh Kurangi Fobia di Dunya Nyata

Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa menghadapi ketakutan dalam mimpi sadar (lucid dream) bisa membantu mengurangi rasa takut di dunia nyata.


Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa menghadapi ketakutan dalam mimpi sadar (lucid dream) bisa membantu mengurangi rasa takut di dunia nyata.Ilustrasi: pikisuperstar/Freepik 


Ringkasan

  • Sebanyak 51% peserta merasa lebih tidak takut setelah menghadapi fobianya dalam lucid dream.
  • Mereka yang awalnya sangat takut menunjukkan penurunan rasa takut paling signifikan.
  • Efek positif tidak bergantung pada seberapa menakutkan mimpinya, tapi pada tindakan menghadapi ketakutannya.


LUCID DREAM, mimpi di mana kita sadar bahwa kita sedang bermimpi, ternyata bisa jadi alat terapi yang efektif. Setidaknya demikian menurut studi yang dimuat di Psychology of Consciousness: Theory, Research, and Practice. 


Para peneliti dari REMspace dan Phase Research Center di Rusia menguji apakah menghadapi ketakutan dalam mimpi sadar bisa membantu menguranginya di dunia nyata. 


Hasilnya cukup mengejutkan, sebagian besar peserta mengalami penurunan rasa takut, terutama mereka yang sebelumnya sangat takut.


Peneliti merekrut 76 orang yang sudah berpengalaman dengan lucid dream. Tugas mereka, hadapi satu ketakutan pribadi saat sedang bermimpi sadar. 


Setelah bangun, mereka diminta mengisi laporan soal pengalaman dalam mimpi, seberapa takut mereka di dalamnya, dan apakah rasa takut itu berubah setelah terbangun.


Setelah menyaring laporan yang lengkap dan valid, tersisa 55 laporan yang dianalisis lebih lanjut. Hasilnya, 51% responden mengatakan ketakutannya berkurang, sementara sisanya merasa ketakutannya tetap sama. 


Menariknya, tidak satu pun melaporkan ketakutannya bertambah.


Satu temuan penting, mereka yang awalnya sangat takut terhadap objek fobianya justru menunjukkan penurunan paling besar setelah bermimpi. 


Dari kelompok ini, 62% merasa lebih tenang setelahnya. Sebaliknya, dari mereka yang awalnya cuma merasa takut ringan atau sedang, hanya 25% yang mengalami pengurangan rasa takut.


Anehnya, seberapa menakutkan mimpi itu sendiri tidak berpengaruh pada hasilnya. 


Jadi meskipun dalam mimpi seseorang merasa takut banget atau biasa saja, yang penting adalah tindakan menghadapi ketakutan itu, bukan intensitas ketakutannya.


Peneliti menghubungkan temuan ini dengan exposure therapy dalam terapi kognitif perilaku, yaitu metode menghadapi ketakutan secara bertahap dalam situasi aman. 


Lucid dream dinilai bisa menjadi versi internal dari metode itu, bahkan mungkin lebih imersif. 


Mereka juga melihat kemungkinan kesamaan mekanisme dengan gestalt therapy, yang menekankan kesadaran emosional dan keberanian menghadapi emosi langsung.


Lebih lanjut, para peneliti menduga ada kaitan dengan eye movement desensitization and reprocessing (EMDR), terapi populer untuk trauma.


Itu karena lucid dream terjadi saat fase tidur REM (Rapid Eye Movement), fase tidur dengan aktivitas otak tinggi dan mimpi yang kuat secara emosional.


Yang juga menggembirakan, tidak ada peserta yang melaporkan efek samping atau peningkatan ketakutan. 


Ini memperkuat dugaan bahwa lucid dream adalah cara yang aman untuk simulasi pengalaman emosional ekstrem, termasuk menghadapi fobia.


Tentu, studi ini tidak lepas dari keterbatasan. Semua data bersifat self-report, tidak bisa diverifikasi secara objektif. Selain itu, pesertanya adalah orang-orang yang sudah terbiasa lucid dreaming—yang belum tentu mewakili populasi umum.


Ke depannya, peneliti ingin mengeksplorasi apakah berbicara dengan objek fobia dalam mimpi bisa memberi efek lebih kuat. 


Mereka juga penasaran, apakah sekadar lucid dream tanpa menghadapi fobia pun bisa menurunkan kecemasan.


Disadur dari PsyPost.


Post a Comment

أحدث أقدم