Mayoritas orang di seluruh dunia mendukung transisi ke energi terbarukan, tapi, banyak dari mereka tak nyaman dengan konsekuensi infrastruktur yang menyertainya—seperti jaringan kabel listrik tegangan tinggi.
Ringkasan
- Dukungan publik tinggi untuk energi terbarukan, tapi banyak yang menolak keberadaan kabel listrik besar di sekitar rumah mereka.
- Kekhawatiran muncul karena isu kesehatan, penurunan nilai properti, dan kurangnya informasi atau keterlibatan publik.
- Orang sering tidak menyadari bahwa infrastruktur seperti kabel listrik adalah bagian penting dari sistem energi hijau.
BERDASARKAN survei PBB terbaru, 72% orang ingin negaranya segera meninggalkan bahan bakar fosil dan beralih ke energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin.
Tapi begitu ada rencana membangun kabel listrik raksasa dekat lingkungan mereka, banyak yang langsung protes.
Profesor Wändi Bruine de Bruin dari USC Price School menyebut fenomena ini sebagai “dukungan abstrak tapi penolakan konkret.”
Dalam presentasinya di National Academy of Sciences, ia menyoroti bagaimana kekhawatiran warga terhadap kabel listrik besar bisa menggagalkan proyek infrastruktur penting dalam transisi energi.
Salah satu kekhawatiran utama adalah soal kesehatan. “Katanya sih bisa bikin kanker,” ujar seorang warga dalam kelompok diskusi di Queensland, Australia, tentang medan elektromagnetik (EMF) dari kabel listrik.
Meskipun bukti ilmiahnya belum konklusif, ketakutan ini nyata. Padahal, menurut penelitian, risiko EMF menurun drastis seiring jarak dan hanya melihat kabel tidak berarti tubuh kita terkena radiasi.
Masalah lainnya adalah nilai properti. Banyak warga khawatir harga rumah mereka bakal turun kalau ada kabel listrik tinggi dibangun di dekatnya.
“Bagaimana mungkin mereka tidak memperhitungkan penurunan harga rumah akibat kabel ini?” kata warga New Hampshire.
Menurut penelitian, memang ada kasus di mana nilai properti turun, tapi ada juga yang tetap stabil, bahkan naik—terutama jika pembangunan infrastruktur membawa investasi, akses jalan baru, atau lapangan kerja.
Salah kaprah soal energi terbarukan
Yang mengejutkan, banyak orang tidak sadar bahwa jaringan kabel listrik justru penting untuk energi terbarukan. Studi di Swiss menunjukkan 60% responden tidak melihat perlunya membangun kabel listrik baru untuk energi angin dan surya.
Bahkan, sepertiga dari mereka percaya keliru bahwa energi terbarukan tidak butuh jaringan transmisi tambahan karena dianggap terdesentralisasi.
Faktanya, ladang angin atau panel surya biasanya dibangun di lokasi terpencil—entah di pegunungan, gurun, atau lepas pantai—yang jauh dari kota-kota. Tanpa kabel listrik besar, energi itu tidak akan sampai ke rumah.
Menurut laporan International Energy Agency (IEA), dunia butuh setidaknya 80 juta kilometer kabel tambahan sampai 2040 untuk mendukung energi hijau.
Warga juga merasa tidak mendapat informasi yang memadai, atau terlalu teknis. “Mereka kirim buletin 600 halaman, silakan baca, tapi tetap nggak ngerti apa-apa,” keluh seorang warga Belanda.
Penelitian komunikasi menyarankan agar informasi disampaikan dengan bahasa sehari-hari, dan tidak menggunakan jargon teknis atau hukum yang membingungkan.
Lebih dari itu, kurangnya partisipasi publik dalam pengambilan keputusan juga bikin warga kesal.
Seperti dikeluhkan warga Norwegia, “Mereka sudah tentukan solusinya sebelum mendengarkan pendapat siapa pun.” Padahal, jika masyarakat dilibatkan sejak awal, resistensi bisa berkurang drastis.
Dalam konteks Amerika Serikat dan dunia pada umumnya, kebutuhan akan listrik meningkat seiring dengan upaya dekarbonisasi. Tanpa infrastruktur—termasuk kabel listrik besar—impian energi bersih hanya akan jadi slogan kosong.
Itulah kenapa Bruine de Bruin menyarankan penelitian lebih lanjut soal kekhawatiran publik, dan bagaimana komunikasi yang baik bisa meningkatkan penerimaan masyarakat.
Sebagai perbandingan, Jerman—melalui proyek Energiewende—juga mengalami hal serupa. Banyak proyek energi terbarukan tertunda karena warga menolak pembangunan jalur transmisi.
Kini, pemerintahnya menerapkan pendekatan “partisipasi lokal” dan insentif keuangan bagi komunitas yang bersedia jadi tuan rumah infrastruktur energi.
Jadi, energi terbarukan tak cukup dengan membangun panel surya dan turbin angin saja. Tanpa kabel-kabel listrik besar yang menyalurkan energi itu ke kota-kota, seluruh sistem bisa mandek.
Nah, kalau kita serius ingin menyelamatkan planet ini, mungkin kita juga perlu berdamai dengan pemandangan kabel raksasa—dengan syarat transparansi, komunikasi jujur, dan partisipasi publik harus jadi standar baru.
Sumber: Tech Xplore - People like renewable energy but not necessarily its power lines
إرسال تعليق