Bukan Buat Masak! Manusia Purba Diduga Pakai Api untuk Usir Pemangsa

 Temuan ini menantang teori lama yang menyebut api pertama kali digunakan untuk memasak, dan membuka perspektif baru soal bagaimana manusia belajar “main api” demi bertahan hidup.


Temuan ini menantang teori lama yang menyebut api pertama kali digunakan untuk memasak, dan membuka perspektif baru soal bagaimana manusia belajar “main api” demi bertahan hidup.Foto Ilustrasi: muhammad.abdullah/Freepik


Ringkasan

  • Penggunaan api awal oleh manusia purba kemungkinan besar untuk mengasapi daging, bukan memanggang.
  • Motivasi utamanya adalah untuk melindungi hasil buruan besar seperti gajah dan badak dari pembusukan dan pemangsa lain.
  • Api juga berfungsi ganda, selain untuk pengawetan, juga untuk menakut-nakuti hewan pengganggu dan mungkin secara tidak sengaja membuka jalan ke teknik memasak.


KALAU kamu berpikir manusia purba langsung bisa bikin sate begitu nemu api, siap-siap dibantah oleh riset baru ini. 


Tim peneliti dari Departemen Arkeologi dan Budaya Timur Dekat Kuno di Universitas Tel Aviv menyebut, penggunaan api awal-awal oleh manusia kemungkinan besar bukan buat masak, tapi buat mengawetkan daging. 


Lebih tepatnya, mengasapi daging supaya tahan lama dan tak diembat hewan lain.


“Waktu itu api belum jadi alat wajib seperti sekarang,” kata Dr. Miki Ben-Dor, peneliti utama. “Menyalakan api susah dan butuh tenaga. Jadi kalau manusia purba mau repot-repot bikin api, pasti ada alasan kuat.”


Penelitian ini fokus ke 9 situs arkeologi kuno dari 1,8 juta sampai 800.000 tahun lalu — tersebar di Afrika, Israel, dan Spanyol. Semua situs itu punya satu kesamaan, tulang belulang hewan-hewan raksasa seperti gajah, badak, dan kuda nil.


Satu ekor gajah bisa kasih jutaan kalori—cukup buat ngasih makan 20–30 orang selama sebulan. Tapi, daging sebanyak itu juga bisa cepat busuk, dan pastinya menarik perhatian singa, serigala, sampai burung bangkai. 


Nah, di sinilah api masuk: bukan buat bikin rendang, tapi buat mengasapi dan menjaga daging tetap aman.


“Bayangkan, kamu dan geng kamu berhasil menangkap satu gajah. Kalau tidak ada kulkas atau tempat simpan, ya satu-satunya cara adalah asap-asap biar awet,” jelas Dr. Ben-Dor.


Senjata Pengawet dan Penjaga Malam


Dengan pendekatan bioenergetik alias menghitung untung-rugi energi, para peneliti menemukan bahwa mengasapi daging jauh lebih efisien dibanding memasak. 


Asap tidak hanya memperlambat pembusukan, tapi juga mengusir pemangsa. Jadi selain hemat tenaga, juga bikin perkemahan manusia purba lebih aman.


Menurut Prof. Ran Barkai, pemakaian api ini bisa saja secara “bonus” dipakai untuk masak, kalau apinya sudah nyala sekalian saja. Jadi, memasak daging mungkin datang belakangan, bukan motivasi awal.


Ini juga bisa menjelaskan temuan dari situs Gesher Benot Ya’aqov (sekitar 800.000 tahun lalu) di mana ditemukan jejak ikan yang kemungkinan dimasak dengan api — bukan karena niat, tapi karena kesempatan.


Riset ini menjadi bagian dari teori lebih besar yang dikembangkan Ben-Dor dan Barkai bahwa banyak inovasi manusia purba dipicu oleh kebutuhan mengonsumsi hewan besar. 


Tapi seiring waktu, karena hewan-hewan besar itu makin langka (atau punah), manusia harus mulai memburu hewan kecil, lalu berkembanglah cara berburu, teknik memasak, bahkan pertanian.


Sumber: The Debrief - Researchers Reveal the Surprising Reason Ancient Humans May Have Engaged in Early Fire Use


Post a Comment

أحدث أقدم