Ironis, Orang Narsis Lebih Cenderung Diabaikan, Ujung-ujungnya Kelakuannya Tambah Parah

Penelitian baru dari Universitas Basel di Swiss menemukan bahwa orang-orang dengan sifat narsistik lebih cenderung diabaikan oleh orang lain, yang kemudian memperburuk perilaku narsistik mereka.


Penelitian baru dari Universitas Basel di Swiss menemukan bahwa orang-orang dengan sifat narsistik lebih cenderung diabaikan oleh orang lain, yang kemudian memperburuk perilaku narsistik mereka.    Foto Ilustrasi: benzoix/FreepikFoto Ilustrasi: benzoix/Freepik


Ringkasan: 

  • Orang-orang dengan sifat narsistik lebih sensitif terhadap penolakan sosial dan lebih cenderung merasa diabaikan. 
  • Orang-orang cenderung menghindari orang-orang dengan sifat narsistik, yang kemudian memperburuk perilaku narsistik mereka.
  • Peneliti menyarankan perlunya menemukan cara yang lebih efektif untuk menghadapi perilaku narsistik.


ngarahNyaho - Orang narsis mungkin percaya bahwa mereka adalah pusat perhatian, tetapi penelitian menunjukkan bahwa mereka lebih cenderung dikucilkan sepenuhnya dari kelompok tersebut. 


Tim peneliti dari Universitas Basel di Swiss mengamati apa yang mereka sebut "narsisme muluk." 


Mereka adalah orang-orang yang menganggap diri mereka lebih baik daripada orang lain, mengharapkan perlakuan khusus, dan membutuhkan pujian terus-menerus. 


Kita mengenal orang seperti ini: mungkin rekan kerja yang memonopoli setiap rapat untuk membicarakan diri mereka sendiri, atau teman yang marah ketika mereka tidak mendapatkan cukup perhatian.


"Merasa dikucilkan adalah pengalaman subjektif berdasarkan persepsi isyarat sosial oleh individu," kata penulis utama Christiane Büttner, Ph.D. seperti dikutip dari StudyFinds.


"Beberapa orang mungkin sengaja dikucilkan, sementara yang lain mungkin hanya percaya bahwa mereka dikucilkan padahal sebenarnya tidak demikian,” lanjut dia. 


Tim peneliti mengamati lebih dari 77.000 orang di tujuh penelitian berbeda. Mereka mulai dengan memeriksa data dari 1.592 orang di Jerman yang menjawab pertanyaan tentang narsisme dan perasaan tersisih. 


Hasilnya jelas: semakin banyak sifat narsistik yang dimiliki seseorang, semakin mereka melaporkan perasaan tersisih dari kelompok.


Untuk menggali lebih dalam, para peneliti meminta 323 orang menggunakan aplikasi telepon pintar khusus selama dua minggu. 


Peserta mencatat setiap kali mereka merasa tersisih, entah itu sesuatu yang jelas seperti tidak diundang ke pesta, atau sesuatu yang halus seperti merasa diabaikan selama percakapan. 


Penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Personality and Social Psychology ini menemukan tiga alasan utama mengapa hal ini terjadi. 


Pertama, orang-orang narsis sangat sensitif terhadap tanda-tanda tersisih. 


Mereka mungkin melihat respons teks yang tertunda sebagai penolakan yang disengaja, atau berpikir tidak ditanyai tentang keputusan kecil berarti orang-orang berkomplot melawan mereka.


Kedua, orang secara aktif menghindari bergaul dengan orang narsis. Dalam eksperimen dengan lebih dari 2.500 peserta, orang secara konsisten memilih untuk menjauh dari orang yang menunjukkan sifat narsistik. 


Ketiga, ini adalah lingkaran setan. Para peneliti mengamati data selama 14 tahun dari Selandia Baru, yang mencakup lebih dari 72.000 orang. 


Peneliti menemukan, ketika perilaku narsistik seseorang meningkat, orang tersebut akan lebih dikucilkan di tahun berikutnya. Nah, dikucilkan sebenarnya memperburuk sifat narsistik mereka pada tahun berikutnya.


"Narsisme dapat menyebabkan pengucilan sosial, tetapi pengucilan itu sendiri juga dapat memicu perkembangan sifat narsistik," jelas Büttner.


Tim peneliti mengidentifikasi dua cara utama narsisme muncul. Beberapa orang terus-menerus mencari kekaguman, seperti rekan kerja yang tidak berhenti membanggakan prestasi mereka.


Bisa jadi, orang narsis membanjiri media sosial dengan foto-foto kehidupan sempurna mereka yang direkayasa dengan hati-hati. 


Perilaku persaingan lebih antagonistik, ditandai dengan merendahkan orang lain, bereaksi agresif ketika orang lain mendapat perhatian atau secara aktif bersaing untuk mendapatkan status dan pengakuan.


Dalam satu eksperimen yang menarik, peserta menonton video pendek orang asing dan memutuskan apakah mereka ingin bekerja dengan orang tersebut. 


Tanpa informasi latar belakang apa pun, orang-orang secara konsisten menghindari orang-orang yang menunjukkan sifat narsistik. Ini menunjukkan seberapa cepat kita dapat mengenali perilaku ini, bahkan dalam pertemuan singkat.


Pola ini banyak muncul di tempat kerja. Orang-orang narsistik mungkin tidak dimasukkan dalam rantai email, tidak diundang makan siang dengan rekan kerja, atau ide-ide mereka diabaikan dalam rapat. 


Ketika ini terjadi, mereka sering bereaksi defensif, yang hanya memperburuk keadaan.


Bagi organisasi dan kelompok sosial, temuan ini menunjukkan bahwa sekadar mengecualikan orang-orang yang sulit bukanlah jawabannya. Itu malah dapat memperburuk perilaku mereka dari waktu ke waktu, menciptakan masalah yang lebih besar bagi semua orang.


“Jika orang dengan sifat narsistik tinggi lebih cenderung merasa dan dikucilkan, hal ini dapat berkontribusi pada meningkatnya ketegangan di tempat kerja atau kelompok sosial. 


"Pada saat yang sama, kepekaan mereka yang meningkat terhadap pengucilan dapat membuat mereka lebih cenderung bereaksi secara agresif,” kata Büttner.


Penelitian memberi tahu kita sesuatu yang penting: narsisme dan pengucilan sosial saling memengaruhi. Ketika kita memahami pola ini, kita dapat menangani konflik di tempat kerja dan lingkungan sosial kita dengan lebih baik. 


Alih-alih hanya menjauhkan orang yang sulit, kita mungkin perlu menemukan cara yang lebih baik untuk menghadapi sifat kepribadian yang menantang ini. |Sumber: StudyFinds


Post a Comment

أحدث أقدم