3.500 Tahun Lalu, Manusia Masih Hidup Berdampingan dengan Hewan Raksasa

Penelitian baru menemukan bahwa beberapa spesies megafauna, seperti sloth raksasa dan hewan yang mirip dengan unta, masih hidup di Amerika Selatan sekitar 3.500 tahun yang lalu. 


Penelitian baru menemukan bahwa beberapa spesies megafauna, seperti sloth raksasa dan hewan yang mirip dengan unta, masih hidup di Amerika Selatan sekitar 3.500 tahun yang lalu.     Foto Ilustrasi: vector_corp/FreepikFoto Ilustrasi: vector_corp/Freepik


Ringkasan: 

  • Hasil studi terbaru menantang teori bahwa megafauna punah pada awal Holosen, sekitar 11.700 tahun yang lalu. 
  • Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa manusia dan megafauna hidup bersama-sama di Amerika Selatan selama ribuan tahun.
  • Kepunahan megafauna mungkin disebabkan oleh kombinasi faktor, termasuk perubahan iklim dan lingkungan.


ngarahNyaho - Selama ini, ada konsensus bahwa mamalia raksasa yang menjelajahi Bumi di masa lalu, termasuk spesies seperti mammoth, kungkang raksasa, dan harimau bertaring pedang, punah pada awal Holosen.


Itu adalah zaman geologi yang dimulai sekitar 11.700 tahun yang lalu, pada akhir zaman glasial besar terakhir.


Namun, beberapa penelitian terbaru telah memperoleh bukti fosil yang menantang konsensus ini. Secara khusus, penemuan bahwa mammoth berbulu masih hidup 4.000 tahun yang lalu membantu melemahkan gagasan ini. 


Kini, para peneliti telah menemukan spesimen megafauna lainnya, termasuk kungkang raksasa dan hewan mirip unta, yang bertahan hidup di Amerika Selatan hingga sekitar 3.500 tahun lalu.


Bukti ini menimbulkan pertanyaan tentang apa yang sebenarnya menyebabkan kepunahan hewan besar terakhir di planet ini sekaligus menunjukkan bahwa itu bukanlah peristiwa yang homogen.


Penelitian ini dilakukan oleh Fábio Henrique Cortes Faria, seorang geolog di Universitas Federal Rio de Janeiro, Brasil, dan rekan-rekannya. 


Tim tersebut melakukan penanggalan karbon pada fragmen gigi dari berbagai spesies megafauna yang ditemukan di dua lokasi fosil di Brasil (satu dari lokasi di Itapipoca dan satu dari lembah Rio Miranda). 


Dari delapan spesimen yang mereka beri penanggalan, dua gigi ditemukan jauh lebih muda dari yang diperkirakan.


Satu gigi milik genus llama Amerika yang telah punah yang disebut Palaeolama major, sementara yang lainnya berasal dari makhluk mirip unta yang memiliki hidung tapir, yang disebut Xenorhinotherium bahiense.


"Usia yang diperoleh menunjukkan bahwa usia terakhir kemunculan megafauna di Brasil dikaitkan dengan Holosen tengah dan akhir," tulis para penulis seperti dikutip dari IFL Science.


Diketahui, manusia yang tiba di Amerika Selatan sekitar 20.000 hingga 17.000 tahun yang lalu. Artinya, megafauna atau hewan-hewan raksasa tersebut hidup berdampingan dengan manusia ribuan tahun lamanya. 


Ini menunjukkan periode koeksistensi yang jauh lebih lama, yang menantang interpretasi yang ada tentang apa yang menyebabkan kepunahan mereka pada akhirnya.


"Di Amerika Selatan," para penulis menjelaskan, "kepunahan megafauna telah dikaitkan dengan banyak penyebab, perubahan iklim/lingkungan atau bahkan sinergi antara hipotesis ini."


Satu di antaranya adalah teori Overkill atau Pembunuhan Berlebihan dan Blitzkrieg atau Serangan Kilat. Menurut teori ini, megafauna Amerika Selatan secara langsung dipengaruhi oleh perburuan manusia dan kemungkinan modifikasi lanskap.


Namun, kumpulan bukti yang semakin banyak menunjukkan hal yang sebaliknya.


“Usia yang diperoleh dalam analisis ini, bersama dengan bukti arkeologi, menunjukkan bahwa teori Overkill dan Blitzkieg bukanlah penjelasan yang masuk akal untuk kepunahan megafauna Amerika Selatan.”


Sebaliknya, ada kemungkinan bahwa peristiwa kepunahan tersebut merupakan proses yang jauh lebih lama, yang tidak terjadi pada waktu yang sama di semua tempat. 


Ada kemungkinan bahwa wilayah Brasil ini merupakan semacam tempat berlindung bagi beberapa spesies megafauna yang hidup lebih lama daripada yang lain.


“Studi ini dengan jelas menunjukkan bahwa kepunahan Pleistosen-Holosen yang terkenal itu merupakan proses jangka panjang hilangnya keanekaragaman mamalia Pleistosen,” kata Ismar de Souza Carvalho, salah satu peneliti.


Studi tersebut dipublikasikan dalam Journal of South American Earth Sciences. |Sumber: IFL Science


Post a Comment

أحدث أقدم