Survei mengejutkan mengungkapkan 54 persen anak muda Amerika melaporkan iklan menyusup ke dalam mimpi mereka.
Ringkasan:
- Iklan dalam mimpi mempengaruhi perilaku konsumen (33% responden).
- Sebanyak 48% responden melihat merek terkenal seperti Coca-Cola, Apple, atau McDonald's dalam mimpi.
- Tak kurang dari 41% responden bersedia melihat iklan dalam mimpi untuk mendapatkan diskon.
ngarahNyaho - Penelitian menunjukkan bahwa bahkan mimpi kita tidak lagi aman dari pesan komersial. Sebuah studi baru mengungkapkan bahwa 54 persen anak muda Amerika melaporkan mengalami mimpi yang dipengaruhi oleh iklan.
Uniknya, seperti dikutip dari StudyFind, beberapa perusahaan mungkin melakukannya dengan sengaja.
American Marketing Association sebelumnya melaporkan bahwa 77 persen perusahaan yang disurvei pada tahun 2021 menyatakan niat untuk bereksperimen dengan "iklan mimpi" tahun ini.
Apa yang dulunya dianggap fiksi ilmiah mungkin sekarang menjadi kenyataan, dengan implikasi besar bagi perlindungan konsumen dan etika pemasaran.
Menurut survei konsumen yang baru dirilis oleh The Media Image yang berfokus pada Gen Z dan Milenial, 54 persen orang AS berusia 18-35 tahun melaporkan mengalami mimpi yang tampaknya dipengaruhi oleh iklan atau berisi konten seperti iklan.
Yang lebih mengejutkan lagi, 61 persen responden melaporkan mengalami mimpi seperti itu dalam setahun terakhir, dengan 38 persen mengalaminya secara teratur—mulai dari kejadian harian hingga episode bulanan.
Dilakukan oleh Survey Monkey atas nama The Media Image antara tanggal 2 dan 3 Januari 2025, penelitian ini mencakup sampel representatif dari 1.101 responden Amerika berusia 18-35 tahun.
Meskipun sampelnya sedikit condong ke perempuan (62 persen), temuan tersebut dianggap mencerminkan perspektif yang lebih luas dalam kelompok usia ini.
Data menunjukkan pola yang mencolok: 22 persen responden mengalami konten seperti iklan dalam mimpi mereka antara seminggu sekali hingga setiap hari.
Sementara 17 persen lainnya melaporkan kejadian seperti itu antara sebulan sekali hingga setiap beberapa bulan.
Fenomena ini tidak hanya pasif. Survei tersebut mengungkap bahwa iklan berbasis mimpi ini mungkin memengaruhi perilaku konsumen secara nyata.
Dua pertiga konsumen (66 persen) melaporkan penolakan untuk melakukan pembelian berdasarkan mimpi mereka.
Namun, sepertiga lainnya mengakui bahwa mimpi mereka telah mendorong mereka untuk membeli produk atau layanan selama setahun terakhir—tingkat konversi yang menyaingi atau melampaui banyak kampanye iklan tradisional.
Kehadiran merek-merek besar dalam mimpi tampaknya sangat lazim, dengan 48 persen anak muda Amerika melaporkan pertemuan dengan perusahaan-perusahaan terkenal seperti Coca-Cola, Apple, atau McDonald's selama tidur mereka.
Pakar Harvard menyarankan hal ini mungkin karena "pengaktifan kembali" memori selama tidur, di mana paparan yang sering terhadap merek-merek dalam kehidupan sehari-hari meningkatkan kemungkinan muncul dalam mimpi.
Mungkin yang paling meresahkan adalah kemauan yang tampak dari banyak konsumen untuk menerima batas baru periklanan ini.
Survei tersebut menemukan bahwa 41 persen responden akan terbuka untuk melihat iklan dalam mimpi mereka jika itu berarti menerima diskon untuk produk atau layanan.
Hal ini menimbulkan pertanyaan etika yang serius tentang komersialisasi kesadaran manusia dan potensi eksploitasi kondisi mental yang rentan untuk tujuan pemasaran.
Meskipun ada kekhawatiran ini, tampaknya ada minat yang terbatas untuk melindungi mimpi dari pengaruh komersial.
Lebih dari dua pertiga responden (68 persen) menyatakan mereka tidak akan bersedia membayar untuk menjaga mimpi mereka bebas iklan, bahkan jika teknologi tersebut ada.
Namun, sebagian kecil yang signifikan (32 persen) menyatakan minat pada "pemblokir iklan mimpi" hipotetis, yang menunjukkan meningkatnya kesadaran dan perhatian tentang masalah ini di antara beberapa konsumen.
Penelitian ini muncul setelah para peneliti mimpi mengeluarkan surat terbuka yang memperingatkan publik tentang upaya perusahaan untuk menyusupi mimpi dengan iklan, yang dipicu oleh kampanye eksperimental Coors Light yang mencapai keberhasilan penting.
Pertemuan kepentingan perusahaan dan kemampuan teknologi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang masa depan privasi pribadi dan otonomi mental.
Potensi manipulasi mimpi untuk tujuan periklanan menimbulkan kekhawatiran serius tentang kesejahteraan psikologis dan perlunya peraturan perlindungan.
Ketika perusahaan mengeksplorasi cara untuk memengaruhi pikiran bawah sadar kita, kurangnya perlindungan yang ada menjadi semakin bermasalah.
Hasil ini muncul dengan latar belakang meningkatnya saturasi iklan dalam kehidupan sehari-hari.
Perkiraan terkini menunjukkan bahwa warga AS terpapar hingga 4.000 iklan setiap hari, menjadikan tidur sebagai salah satu tempat berlindung terakhir dari pesan komersial.
Potensi terkikisnya tempat perlindungan terakhir ini menimbulkan pertanyaan penting tentang hak konsumen dan kesejahteraan mental di dunia yang semakin dikomersialkan.
Penelitian ini memberikan peringatan: tanpa perhatian segera terhadap tantangan etika dan regulasi dari iklan berbasis mimpi, manusia berisiko kehilangan ruang bebas iklan terakhir dalam kehidupan modern.
Seiring perusahaan mengembangkan teknologi baru untuk memengaruhi mimpi kita, pilihan antara perlindungan konsumen dan kepentingan komersial menjadi semakin mendesak. |Sumber: StudyFind
Posting Komentar