Peneliti menemukan bahwa otak manusia cenderung lebih berusaha keras untuk menghindari kerugian dibandingkan saat mengejar keuntungan.
Ringkasan
- Penelitian dari Weizmann Institute of Science menunjukkan eksplorasi lebih tinggi saat menghindari kerugian daripada mencari keuntungan.
- Aktivitas neuron di amigdala memainkan peran besar dalam keputusan eksploratif, terutama saat menghadapi ketidakpastian.
- Temuan ini membantu menjelaskan kaitan strategi menghindari kerugian dengan kondisi seperti PTSD, kecemasan, dan gangguan suasana hati.
SEJAK zaman purba, manusia hidup dalam dilema antara eksploitasi, yakni memanfaatkan sumber yang sudah ada, dan eksplorasi atau mencari opsi baru.
Eksploitasi terasa nyaman, misalnya tetap berburu di lokasi yang sama atau makan di warung langganan. Tapi ada risiko, misalnya sumber bisa habis atau tiba-tiba berubah.
Sebaliknya, eksplorasi bisa membuka peluang, dapat ladang subur atau restoran baru, tapi juga bisa mengecewakan, seperti makanan tidak enak atau buah yang dipetik beracun.
Penelitian tentang dilema eksplorasi–eksploitasi biasanya fokus pada pencarian keuntungan. Namun, penelitian terbaru yang dipublikasikan di Nature (2025) justru menyoroti sisi lain, yaitu bagaimana otak bekerja saat kita berusaha 'menghindari kerugian'.
Studi ini melibatkan 17 pasien epilepsi yang sudah dipasangi elektroda di dalam otak mereka untuk tujuan medis. Dari sana, peneliti bisa merekam aktivitas 382 neuron di amigdala dan korteks temporal.
Para partisipan memainkan permainan dua pilihan. Dalam “trial keuntungan” mereka bisa dapat +10 atau 0 poin, sementara dalam “trial kerugian” mereka bisa kehilangan −5 atau 0 poin.
Hasilnya mengejutkan, saat menghadapi kemungkinan rugi, peserta lebih sering mencoba-coba pilihan baru meski sudah tahu mana opsi yang lebih baik.
Eksplorasi tetap tinggi pada kondisi rugi, dan akurasi keputusan justru lebih cepat menurun dibanding kondisi untung.
Peneliti menemukan dua sinyal utama di otak:
- Peningkatan aktivitas neuron di amigdala dan korteks temporal sebelum keputusan eksploratif (terjadi pada kondisi rugi maupun untung).
- “Kebisingan” khusus di amigdala saat menghadapi kerugian. Semakin tinggi kebisingan ini, semakin besar peluang seseorang mengambil keputusan coba-coba. Seiring proses belajar, kebisingan ini berkurang.
Model komputasi menunjukkan bahwa kebisingan otak inilah yang mendorong orang lebih nekat bereksperimen ketika ada ancaman kerugian—bukan semata karena rasa takut rugi (loss aversion).
Secara evolusioner, mekanisme ini masuk akal. Ketika sumber daya yang aman hilang, manusia perlu segera mencari opsi baru agar bertahan hidup.
Sama halnya sekarang, kita mungkin nyaman makan di restoran favorit, tapi kalau restoran itu tutup, barulah kita berani mencoba tempat lain.
Menariknya, strategi “lebih nekat saat rugi” ini juga berkaitan dengan gangguan psikologis.
Studi sebelumnya menunjukkan bahwa pola menghindari kerugian berlebihan bisa terhubung dengan kecemasan, PTSD, hingga depresi (Kahneman & Tversky, 1979; American Psychological Association).
Dengan kata lain, memahami mekanisme otak ini bukan hanya menjelaskan perilaku sehari-hari, tapi juga membuka jalan bagi terapi kesehatan mental yang lebih baik.
Disadur dari Medical Xpress.

Posting Komentar