Alam Semesta Memang Mengembang, tapi Kini Melambat

Temuan yang dapat mengguncang model kosmologi standar yang telah bertahan sejak tahun 1990-an.


Temuan yang dapat mengguncang model kosmologi standar yang telah bertahan sejak tahun 1990-an.Ilustrasi: Rene Tittmann/Pixabay


Ringkasan 

  • Studi baru menunjukkan ekspansi alam semesta mungkin memasuki fase perlambatan, bukan percepatan.
  • Energi gelap diduga tidak konstan dan mungkin sedang melemah seiring waktu.
  • Temuan tersebut menantang model kosmologi standar dan membuka kemungkinan skenario Big Crunch.”


SEBUAH studi baru menantang salah satu gagasan kosmologi paling mapan, bahwa alam semesta mengembang semakin cepat. 


Selama beberapa dekade, para ilmuwan percaya bahwa alam semesta mengembang semakin cepat, didorong oleh energi gelap, “kekuatan misterius” yang dianggap stabil dan konsisten sejak miliaran tahun lalu. 


Namun riset terbaru yang dipimpin Young-Wook Lee dari Yonsei University, Korea Selatan, menawarkan gambaran yang jauh berbeda. 


Berdasarkan analisis supernova Tipe Ia dan data dari instrumen Dark Energy Spectroscopic Instrument (DESI), timnya berpendapat bahwa percepatan itu mungkin telah berganti menjadi perlambatan. 


Penelitian ini selaras dengan beberapa hasil terbaru dari DESI yang menunjukkan bahwa energi gelap tampaknya bukan sebuah konstanta seperti yang diprediksi Model Lambda-CDM


Alih-alih tetap sama, kekuatan ini terlihat melemah seiring waktu, sebuah perubahan yang memiliki konsekuensi besar bagi masa depan kosmos.


Selama ini, supernova Tipe Ia menjadi alat ukur jarak kosmik paling terpercaya karena dianggap memiliki luminositas konstan. Namun Lee dan timnya menemukan sesuatu yang rumit.


Kecerahan supernova tersebut ternyata bergantung pada usia bintang yang meledak. Bintang muda menghasilkan supernova yang sedikit lebih redup dibanding bintang tua, bahkan setelah proses standarisasi cahaya.


Temuan ini berarti “lilin standar” kosmologi mungkin tak setepat yang selama ini diasumsikan. Hasil analisis terhadap 300 galaksi yang mereka teliti pun tidak cocok dengan model ekspansi alam semesta standar saat ini. 


Sebaliknya, hasil tersebut lebih mendukung model baru yang memadukan data supernova dan usia bintang asalnya.


Jika energi gelap terus melemah, ekspansi alam semesta suatu hari bisa berhenti lalu berbalik menjadi kontraksi. 


Dalam skenario ekstrem ini, ruang-waktu akan merapat kembali hingga mewujud pada peristiwa yang dikenal sebagai Big Crunch, kebalikan dari Big Bang.


Tentu saja, ini masih jauh dari kesimpulan final. Banyak ilmuwan tidak sepenuhnya yakin.


Carlos Frenk, kosmolog dari Durham University, menyebut studi ini “provokatif” namun belum dapat dipastikan benar. 


Dikutip dari The Guardian, Adam Riess, pemenang Nobel yang turut menemukan percepatan ekspansi alam semesta, lebih skeptis, menilai metodologi terkait penentuan usia bintang masih lemah. 


Untuk menguji apakah variabel usia bintang memang memengaruhi hasil pengukuran jarak, tim Lee sedang menjalankan evolution-free test—mengamati supernova hanya dari galaksi-galaksi muda


Observatorium Vera Rubin yang akan segera beroperasi diperkirakan memainkan peran penting untuk verifikasi lebih lanjut.


Akhirnya, pertanyaan besarnya tetap menggantung: apakah kita sedang menyaksikan perubahan paradigma besar dalam kosmologi? Atau hanya anomali data yang akan terbantahkan di masa depan? 


Seperti biasa dalam sains kosmik, jawabannya menunggu pada teleskop generasi berikutnya dan waktu.


Disadur dari Smithsonian Magazine.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama