Temuan yang mengubah cara pandang ilmuwan tentang kehidupan di era Mesozoikum.
Ringkasan
- Dua fosil bayi pterosaurus dari Solnhofen, Jerman, ditemukan dalam kondisi langka dengan sayap patah.
- Penemuan ini menjelaskan mengapa fosil di kawasan tersebut didominasi individu kecil dan muda.
- Badai purba 150 juta tahun lalu ternyata berperan penting dalam pelestarian fosil mereka.
SELAMA ini, fosil bayi pterosaurus hampir mustahil ditemukan karena kerangka mereka yang rapuh jarang bertahan dalam proses fosilisasi.
Namun, dua fosil bayi pterosaurus yang ditemukan di Solnhofen, Jerman, justru mengubah cara pandang ilmuwan tentang kehidupan di era Mesozoikum.
Dijuluki Lucky dan Lucky II, keduanya tidak benar-benar beruntung. Mereka mati muda akibat badai dahsyat 150 juta tahun lalu.
Tapi justru kematian tragis itu membuat mereka abadi dalam batu kapur, sekaligus memecahkan misteri yang sudah membingungkan paleontolog selama berabad-abad.
Fenomena ini memang unik. Biasanya, fosilisasi lebih mudah terjadi pada hewan besar karena kerangkanya lebih kokoh.
Tapi di Solnhofen, justru fosil yang banyak ditemukan adalah pterosaurus kecil dan muda dengan kondisi nyaris sempurna, sementara fosil individu dewasa hanya berupa fragmen.
Hal ini menjadi teka-teki besar dalam dunia paleontologi.
Rab Smyth dari University of Leicester menjelaskan bahwa kerangka pterosaurus sangat ringan, mirip burung modern, sehingga peluang menjadi fosil amat tipis.
Menemukan fosil lengkap, apalagi yang memberi petunjuk cara kematiannya, adalah jackpot ilmiah.
Bayi pterosaurus Lucky dan Lucky II berukuran mungil, dengan bentangan sayap kurang dari 20 cm. Keduanya berasal dari kelompok Pterodactylus, pterosaurus pertama yang pernah dinamai secara ilmiah.
Saat diperiksa, keduanya memperlihatkan luka identik, patah bersih pada tulang humerus di sayap kanan. Pola ini menunjukkan mereka terkena gaya puntiran kuat — kemungkinan besar terhempas badai besar.
Badai ini ternyata jadi kunci penting. Individu muda yang lemah dan belum mahir terbang lebih mudah terperangkap dan akhirnya tenggelam di laguna Solnhofen.
Kondisi anoksik (minim oksigen) di dasar laguna menjaga tubuh mereka tetap utuh dari pembusukan maupun gangguan predator.
Sebaliknya, pterosaurus dewasa lebih tahan badai, tetapi ketika mati, tubuhnya mengapung lama di air sehingga cepat terurai sebelum sempat terkubur.
Temuan ini tidak hanya memberi bukti langsung bagaimana bayi pterosaurus mati, tetapi juga menjelaskan mengapa fosil di Solnhofen begitu unik.
Menurut Dr. David Unwin, rekan penulis studi, momen ketika mereka menyadari Lucky I dan Lucky II punya pola patahan identik adalah hal yang “tak terlupakan.”
Selain menjawab misteri fosilisasi, penelitian ini juga memperkaya pemahaman tentang ekologi pterosaurus muda di era Mesozoikum.
Fakta bahwa mereka bisa mati massal akibat badai menunjukkan bahwa lingkungan purba penuh dengan tantangan mematikan, bahkan bagi penguasa langit purba.
Disadur dari Interesting Engineering.

Posting Komentar