Bukan Sekadar Kotoran, Debu Jadi Mesin Es di Langit

Analisis baru atas data satelit menunjukkan bahwa partikel debu bisa membuat air di awan membeku pada suhu lebih hangat dari biasanya. 


Analisis baru atas data satelit menunjukkan bahwa partikel debu bisa membuat air di awan membeku pada suhu lebih hangat dari biasanya.Foto Ilustrasi: Wolfgang Hasselman/Unsplash


Ringkasan 

  • Debu gurun mempercepat proses pembekuan awan dengan menaikkan suhu beku air.
  • Analisis 35 tahun data satelit membuktikan peran debu dalam pembentukan es di atmosfer.
  • Temuan ini penting untuk memperbaiki model iklim, khususnya terkait hujan dan suhu global.


FENOMENA ini sebenarnya sudah lama dicurigai. Sejak 1804, ilmuwan Prancis Joseph Louis Gay-Lussac mencatat bahwa awan berdebu lebih sering punya butiran es. 


Lalu di abad ke-20, peneliti tahu bahwa air murni bisa tetap cair hingga suhu ekstrem −34,5 °C, kecuali jika ada “pemicu” seperti debu, yang membuatnya cepat membeku. 


Pada 2012, percobaan di Jerman berhasil membuktikan hal itu di ruang uji awan, partikel debu gurun membuat tetesan air membeku jauh lebih dini.


Diego Villanueva dari ETH Zürich dan timnya kemudian membawa pertanyaan itu ke level atmosfer. 


Mereka menganalisis data satelit 1982–2016 yang memantau puncak awan di lintang utara, termasuk AS bagian tengah, Kanada selatan, Eropa barat, hingga Asia utara. 


Hasilnya, wilayah dengan lebih banyak debu cenderung punya awan berpuncak es lebih sering. Bahkan, kenaikan sepuluh kali lipat jumlah debu bisa menggandakan peluang puncak awan membeku.


Pola ini paling kuat terjadi di musim panas, saat angin gurun Sahara atau Gobi mengangkat debu ke atmosfer. Namun, ada pengecualian menarik, di atas Sahara, meski debu melimpah, awan sering tidak terbentuk karena udara terlalu panas dan kering.


Temuan ini memperlihatkan bahwa proses mikroskopis yang dibuktikan di laboratorium ternyata berlaku dalam skala raksasa di atmosfer Bumi. 


Menurut Daniel Knopf, ilmuwan atmosfer dari Stony Brook University, penelitian ini adalah “paku terakhir di peti” bukti bahwa debu memainkan peran utama dalam pembentukan es di awan.


Implikasinya besar untuk model iklim. Awan dengan puncak cair memantulkan lebih banyak sinar matahari dan mendinginkan Bumi, sementara awan berpuncak es cenderung membiarkan panas terperangkap. 


Dengan kata lain, jumlah debu di atmosfer ikut menentukan apakah awan jadi pendingin atau pemanas planet.


Ke depan, para ilmuwan khawatir iklim yang makin kering akibat perubahan iklim akan memicu lebih banyak debu di udara. Itu artinya, interaksi antara debu, awan, dan iklim bisa makin kompleks. 


Villanueva sendiri mengaku penasaran. “Saya ingin tahu bagaimana awan akan merespons skenario itu,” katanya.


Temuan ini mengingatkan kita bahwa elemen kecil seperti debu gurun bisa punya efek besar dalam sistem iklim global—dari hujan, suhu, hingga keseimbangan energi Bumi.


Disadur dari EOS


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama