Saat Hal Berbahaya Justru Menolong Setelah Sakit

 Sebuah fenomena mengejutkan muncul dalam penelitian terbaru


Sebuah fenomena mengejutkan muncul dalam penelitian terbaruIlustrasi: Freepik


Ringkasan 

  • Faktor diet yang dikenal berisiko sebelum sakit bisa malah berasosiasi dengan survival lebih baik setelah sakit.
  • Empat faktor utama, yakni obesitas, alkohol sedang, kolesterol, dan suplemen antioksidan menunjukkan efek paradoksal.
  • Pencegahan tidak sama dengan strategi bertahan hidup. saran nutrisi harus disesuaikan dengan tahap penyakit.


HAL-HAL yang selama ini dianggap meningkatkan risiko penyakit ternyata dalam beberapa kasus justru berkaitan dengan 'kesintasan lebih lama' setelah seseorang didiagnosis sakit serius seperti kanker atau penyakit jantung.


Peneliti Raphael Cuomo, PhD dari UC San Diego, menyusun konsep "risk–survival paradox" lewat analisis literatur tentang kanker dan penyakit jantung.


Studi ini menunjukkan bahwa beberapa eksposur nutrisi yang meningkatkan risiko penyakit bisa berkorelasi dengan survival lebih baik setelah diagnosis.


Mekanisme yang mungkin menjelaskan fenomena ini sangat bervariasi:

  • Obesitas: Mereka yang kelebihan berat badan mungkin memiliki cadangan energi lebih besar dan daya tahan tubuh lebih baik selama perawatan, meski obesitas jelas menyulitkan dalam pencegahan.
  • Alkohol sedang: Minum dalam jumlah kecil pernah dikaitkan dengan risiko kanker, tapi beberapa studi menunjukkan survival pasien kanker dan penyakit jantung lebih baik dibanding abstainer, terutama jika yang berhenti minum karena sakit sudah dikeluarkan dari data (sick quitter bias).
  • Kolesterol tinggi: Sebelum sakit, kolesterol LDL dianggap buruk, tapi dalam kasus gagal jantung lanjut, kadar kolesterol yang lebih tinggi kadang-kadang tercatat berasosiasi dengan survival lebih baik—meski ini mungkin mencerminkan kondisi penyakit atau status gizi, bukan kolesterol sebagai penyelamat.
  • Suplemen antioksidan (misalnya beta-karoten): Dulu diyakini bisa mencegah kanker, tapi dalam beberapa situasi—terutama perokok—suplemen ini justru meningkatkan risiko kanker paru. Di sisi lain, dalam kondisi penyakit lanjut, suplemen semacam ini bisa membantu meredam kerusakan oksidatif terapeutik 


Cuomo menekankan bahwa pencegahan dan strategi bertahan hidup adalah dua domain berbeda. 


Panduan nutrisi universal (misalnya: turunkan berat badan atau kolesterol) mungkin efektif untuk mencegah penyakit, tapi setelah diagnosis, strategi ini bisa tidak relevan atau bahkan kontraproduktif. 


Keterbatasan dalam penelitian ini juga disebutkan: seperti reversecausation  dan survivor bias


Reversecausation  adalah orang sakit mungkin kehilangan berat badan sehingga tampak bahwa berat badan rendah menyebabkan kematian cepat, sementara survivor bias, yakni pasien yang terlalu sakit mungkin gagal dicatat dalam studi karena kematian cepat).


Pemahaman tentang Cuomo’s Paradox membuka pintu bagi pendekatan yang lebih personal atau “stage-specific”: memperlakukan nutrisi secara berbeda antara pra-diagnosis dan pasca-diagnosis. 


Sebuah esai oleh Michael Clark dari Princeton bahkan mengusulkan agar konsep ini dijadikan kerangka dalam precision nutrition dan kebijakan kesehatan global.


Para klinisi—terutama di bidang onkologi dan kardiologi—dianjurkan untuk melihat ulang arahan diet standar, agar bisa menyesuaikan dengan tujuan jangka panjang pasien setelah sakit. 


Pendekatan “one-size-fits-all” bisa jadi kurang efektif atau bahkan membahayakan bagi mereka yang sudah sakit.


Disadur dari New Atlas


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama