Ribuan Anak Amerika Serikat Krisis Mental Terjebak Berhari-hari di IGD

Riset terbaru menemukan bahwa ribuan anak dengan kondisi darurat, terutama terkait depresi dan perilaku bunuh diri, harus menunggu hingga berhari-hari di ruang gawat darurat (IGD) karena tidak ada tempat perawatan yang sesuai.


Riset terbaru menemukan bahwa ribuan anak dengan kondisi darurat, terutama terkait depresi dan perilaku bunuh diri, harus menunggu hingga berhari-hari di ruang gawat darurat (IGD) karena tidak ada tempat perawatan yang sesuai.Foto Ilustrasi: wavebreakmedia_micro/Freepik


Ringkasan 

  • Lebih dari 1 dari 10 kunjungan anak ke IGD karena masalah mental berakhir dengan “terjebak” hingga 7 hari.
  • Kekurangan ruang perawatan akut membuat anak tidak bisa segera ditangani atau dipindahkan.
  • Jumlah anak yang butuh konsultasi psikiatri di IGD meningkat tiga kali lipat sejak 2016.


SEBUAH studi yang dipublikasikan di JAMA Health Forum menganalisis klaim Medicaid tahun 2022. 


Dari 255.000 kunjungan anak ke IGD terkait kesehatan mental, lebih dari 10% harus mengalami apa yang disebut boarding, yaitu tetap berada di IGD selama tiga sampai tujuh hari karena tidak ada ruang rawat inap yang tersedia.


“Dalam dunia ideal, boarding tidak akan terjadi sama sekali,” kata John McConnell, Ph.D., direktur dari Oregon Health & Science University (OHSU) Center for Health Systems Effectiveness sekaligus penulis utama studi. 


Menurutnya, anak yang mengalami krisis kesehatan mental seharusnya segera mendapatkan ruang perawatan khusus atau dipindahkan ke fasilitas yang lebih sesuai, bukan menunggu di IGD yang serba terbatas.


Namun kenyataan berkata lain. Kapasitas rumah sakit jiwa dan fasilitas rawat inap tidak sebanding dengan jumlah anak yang membutuhkan. 


Di OHSU Doernbecher Children’s Hospital, misalnya, jumlah anak yang memerlukan konsultasi psikiatri di IGD melonjak dari 150 kasus pada 2016 menjadi 453 kasus pada 2024. 


“Dampaknya besar, bukan hanya untuk anak dan keluarganya, tapi juga untuk staf rumah sakit,” ujar Rebecca Marshall, M.D., direktur layanan konsultasi psikiatri anak di OHSU.


Marshall menambahkan, menunggu di IGD justru bisa memperburuk kondisi anak. “Perawat dan dokter yang memilih pediatri biasanya karena mereka ingin melihat anak-anak membaik. 


"Tapi ketika anak terjebak tanpa perawatan yang tepat, kondisi mereka bisa semakin buruk. Itu sangat melelahkan dan membuat frustrasi bagi semua pihak,” jelasnya.


Krisis ini juga menyoroti kekosongan tanggung jawab sistemik. McConnell menyebut tidak ada satu lembaga pun yang benar-benar bertanggung jawab atas layanan kesehatan mental anak penerima Medicaid. 


Ia menekankan perlunya evaluasi ulang sistem, memastikan adanya keseimbangan layanan dari pencegahan, rawat jalan, hingga rawat inap, serta dukungan pendanaan yang memadai.


Fenomena ini sejalan dengan laporan American Academy of Pediatrics (2021) yang menyatakan kesehatan mental anak sudah berada dalam kondisi darurat nasional akibat pandemi, tekanan akademis, hingga paparan media digital. 


Banyak keluarga kesulitan menemukan layanan psikiatri anak yang terjangkau, sehingga IGD sering menjadi “pintu darurat terakhir”.


Disadur dari Medical Xpress.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama