Memilih Hidup Sederhana Bikin Lebih Bahagia, Bisa Selamatkan Bumi pula

Riset baru yang dipimpin Profesor Rob Aitken dari University of Otago menunjukkan bahwa kesederhanaan sukarela memberi dampak positif pada kebahagiaan dan kualitas hidup seseorang.


Riset baru yang dipimpin Profesor Rob Aitken dari University of Otago menunjukkan bahwa kesederhanaan sukarela memberi dampak positif pada kebahagiaan dan kualitas hidup seseorang.Foto Ilustrasi: Freepik 


Ringkasan 

  • Hidup sederhana meningkatkan kebahagiaan dan kepuasan hidup lebih baik dibanding materialisme.
  • Kunci kebahagiaan bukan sekadar punya barang lebih sedikit, tapi hubungan sosial, keterlibatan komunitas, dan hidup sesuai nilai diri.
  • Konsumsi berlebihan bukan hanya merugikan diri sendiri, tapi juga membebani Bumi.


SEBUAH studi menemukan, mereka yang menjalani hidup sederhana secara sukarela, misalnya membeli lebih sedikit, memperbaiki barang, berbagi sumber daya, atau memilih produk lokal, melaporkan tingkat wellbeing yang lebih tinggi. 


Ada dua jenis kebahagiaan yang diukur, yakni hedonic wellbeing (kesenangan dan kepuasan hidup) serta eudaimonic wellbeing (makna, pertumbuhan, dan keselarasan dengan nilai hidup). 


Hasilnya konsisten, kesederhanaan berkorelasi dengan keduanya.


Profesor Aitken menjelaskan, kebahagiaan ini bukan datang langsung dari 'punya barang lebih sedikit', melainkan dari pemenuhan kebutuhan psikologis, seperti relasi sosial, rasa terhubung, kontribusi ke komunitas, dan hidup dengan tujuan yang jelas. 


Dengan kata lain, orang lebih bahagia bukan karena lemari kosong, tapi karena waktu, energi, dan uang mereka bisa dialihkan untuk hal-hal yang bermakna.


Temuan ini juga sejalan dengan riset psikologi yang lebih luas. 


Sebuah meta-analisis terhadap 259 sampel menunjukkan bahwa nilai hidup yang terlalu materialistis justru berhubungan dengan tingkat kebahagiaan yang lebih rendah—termasuk vitalitas dan kepuasan hidup. 


Sebaliknya, ketika orang mengurangi fokus pada harta benda dan lebih memprioritaskan relasi serta pengembangan diri, kesejahteraan mereka meningkat.


Menariknya, kesederhanaan ini bukan berarti hidup membosankan atau serba kekurangan. Banyak contoh nyata justru membuat hidup lebih berwarna, kebun komunitas, berbagi alat, pinjam-meminjam antar tetangga, atau belanja di pasar lokal


Aktivitas-aktivitas ini tidak hanya mengurangi konsumsi, tapi juga membuka peluang untuk bertemu orang baru, belajar keterampilan, dan memperluas rasa kontribusi sosial.


Selain meningkatkan kualitas hidup, gaya hidup sederhana juga berdampak positif bagi planet. 


Antara tahun 2000 dan 2019, konsumsi material domestik global naik 66 persen, mencapai 95,1 miliar ton. Angka ini mendorong kerusakan lingkungan lewat emisi, hilangnya keanekaragaman hayati, hingga polusi


Dengan mengurangi kebutuhan akan barang baru, tekanan terhadap alam bisa berkurang.


Meski begitu, beban perubahan tidak bisa sepenuhnya diserahkan pada individu. Kebijakan publik dan praktik bisnis ikut menentukan. 


Dari desain produk, akses perbaikan, hingga model layanan berbagi, semua itu mempengaruhi pilihan konsumen. Sederhana bukan berarti deprivasi, melainkan menciptakan ruang untuk relasi, makna, dan keseimbangan hidup.


Singkatnya, hidup sederhana menawarkan jalan keluar dari jebakan konsumerisme: lebih bahagia, lebih sehat, dan lebih ringan menapak di Bumi. 


Atau seperti yang disimpulkan riset ini, kebahagiaan sejati tidak terletak pada tumpukan barang, melainkan pada hubungan, kompetensi, dan tujuan hidup yang bermakna.


Disadur dari Earth.com


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama