Jaringan penipuan ilmiah terorganisir kini menerbitkan ribuan studi palsu dengan cara sistematis dan industri.
Ringkasan
- Jaringan penipuan terorganisir menyusupi dunia riset ilmiah dan menerbitkan ribuan makalah palsu.
- Praktik ini melibatkan editor jurnal, perantara jual beli nama penulis, dan manipulasi peer-review.
- Retaksi belum mampu mengejar laju pertumbuhan makalah palsu, hanya 15–25% yang bisa ditarik kembali.
BAYANGKAN kamu bisa “membeli” nama kamu tercantum sebagai penulis di jurnal ilmiah bergengsi tanpa perlu riset.
Inilah yang dilakukan jaringan penipuan ilmiah yang ditemukan dalam studi terbaru oleh Luís Amaral dan Reece Richardson dari Northwestern University.
Mereka menemukan bahwa jaringan seperti ini telah menjadi industri bayangan yang melibatkan uang jutaan dolar dan memperdagangkan kredibilitas ilmiah sebagai komoditas.
Jaringan ini memanfaatkan celah dalam sistem penerbitan ilmiah, dari peer-review yang bisa dimanipulasi, hingga jurnal yang disusupi oleh editor nakal.
Salah satu contohnya adalah organisasi fiktif Academic Research and Development Association (ARDA) yang berhasil menyusupkan 86 jurnal ke dalam database ilmiah besar.
Banyak dari jurnal itu bahkan sudah “dihidupkan kembali” secara ilegal setelah penerbit aslinya berhenti beroperasi.
Kenapa ini berbahaya? Karena riset palsu bisa menyesatkan peneliti, membuang dana publik, dan memperlambat kemajuan pengobatan.
Contohnya? Studi manipulatif tentang Alzheimer pernah memicu investasi miliaran dolar, padahal dasarnya palsu.
Saat pandemi COVID-19, studi palsu soal hydroxychloroquine berkontribusi pada keputusan medis yang salah, dan diperkirakan menyebabkan kematian hingga 17.000 orang.
Tim peneliti mengidentifikasi ribuan makalah dengan gambar yang didaur ulang. Hanya sepertiganya yang ditarik balik (retracted). Tanda lainnya, ulasan cepat (di bawah 30 hari), lonjakan publikasi aneh di jurnal tertentu, dan daftar penulis dari negara yang tidak relevan.
Subbidang seperti micro-RNA atau long noncoding RNA dalam biologi kanker jadi ladang subur bagi penipuan karena kompleks dan tidak mudah dimengerti awam.
Di jurnal PLOS ONE, sekelompok kecil editor terlibat dalam 30% makalah yang kemudian ditarik. Mereka saling menerima makalah masing-masing dan melewati prosedur peer-review.
Kasus serupa ditemukan di jurnal Hindawi dan dalam prosiding IEEE.
Lebih parah lagi, masuknya AI generatif menambah keruwetan. Tahun 2024, sebuah jurnal ilmiah memuat grafik tikus kartun dengan penis raksasa, buatan AI, dan baru ditarik setelah viral di media sosial.
Jika AI dilatih dari literatur palsu, maka sistem berbasis AI juga akan menghasilkan riset bermasalah.
Solusinya? Bukan sekadar retaksi. Retaksi penting, tapi tidak cukup. Banyak makalah palsu tetap beredar dan bahkan terus dikutip.
Amaral dan Richardson menyarankan reformasi mendalam, memisahkan kepentingan bisnis jurnal dari proses ilmiah, mengubah sistem insentif akademik, dan mengurangi ketergantungan pada metrik seperti impact factor atau jumlah sitasi.
“Kalau kita percaya sains penting untuk umat manusia, maka kita harus melindunginya,” kata Amaral.
Disadur dari ZME Science.

إرسال تعليق