Fenomena 'Nobel Desease': Saat si Jenius Mulai Percaya Hal Aneh

Sejumlah penerima Nobel yang pernah menjadi bintang sains dunia justru berbalik memegang pandangan aneh atau pseudoscientific setelah meraih penghargaan bergengsi itu. 


Sejumlah penerima Nobel yang pernah menjadi bintang sains dunia justru berbalik memegang pandangan aneh atau pseudoscientific setelah meraih penghargaan bergengsi itu.Ilustrasi dibuat oleh AI.


Ringkasan

  • Nobel disease adalah kecenderungan sebagian pemenang Nobel mengadopsi pandangan pseudoscientific di luar bidang mereka.
  • Contohnya bervariasi dari eksperimen paranormal Pierre Curie hingga klaim Dr. Kary Mullis bertemu rakun bercahaya yang bisa bicara.
  • Faktor penyebabnya meliputi tekanan publik, rasa “serba tahu”, narsisme, dan godaan menjadi “guru” untuk semua bidang.


FENOMENA yang menimpa para jenius itu dikenal dengan sebutan Nobel disease atau Penyakit Nobel. Meskipun namanya terdengar lucu, dampaknya bisa serius.


Albert Einstein, peraih Nobel Fisika 1921, pernah mengaku merasa seperti “penipu tanpa sengaja” karena dianggap terlalu hebat. Itu gejala imposter syndrome


Namun, tidak semua pemenang Nobel merespons ketenaran dengan kerendahan hati seperti Einstein. Ada yang justru terjebak pada keyakinan tak ilmiah, bahkan jauh dari bidang keahliannya.


Fenomena ini dikenal sebagai Nobel disease atau Nobelitis. 


Contohnya berderet panjang. Pierre Curie, yang menemukan radium dan polonium, justru mengikuti séance dan menganggap fenomena paranormal bisa menjawab misteri magnetisme. 


Joseph Thomson, penemu elektron, menjadi anggota Society for Psychical Research selama 34 tahun. 


Charles Richet, pemenang Nobel Fisiologi/Kedokteran 1913, menciptakan istilah “ektoplasma”, yang konon keluar dari tubuh medium spiritualis, padahal itu trik seperti memuntahkan kain kasa dan memberi aksesori seram.


Ada pula kasus yang lebih berbahaya. Richard Smalley, peraih Nobel Kimia 1996, menolak teori evolusi. Beberapa pemenang Nobel lain mendukung eugenika, lobotomi, atau teori keliru soal autisme. 


Dr. Kary Mullis, penemu teknik PCR dan peraih Nobel Kimia 1993, skeptis terhadap perubahan iklim dan peran HIV pada AIDS. 


Lebih unik lagi, ia mengaku pernah melihat rakun bercahaya hijau mengendarai motor oranye neon yang kemudian berubah menjadi lumba-lumba bernyanyi.


Kenapa ini bisa terjadi? Paul Nurse, pemenang Nobel Kedokteran, menilai salah satu penyebabnya adalah tekanan eksternal. Setelah menang, media dan publik sering menganggap mereka ahli di segala bidang. 


Undangan untuk menandatangani petisi, bicara tentang topik di luar kompetensi, hingga mendukung gerakan tertentu, datang bertubi-tubi. 


Godaan untuk “menjadi guru segala hal” inilah yang bisa menyeret mereka keluar dari jalur sains.


Kajian psikologi yang dikutip dalam Critical Thinking in Psychology menambahkan, bias kognitif seperti bias blind spot, rasa serba tahu, rasa tak terkalahkan, sifat narsistik, dan keterbukaan berlebihan dapat memicu kesalahan berpikir fatal, bahkan pada orang yang sangat cerdas. 


Contohnya, Isaac Newton — tokoh besar fisika klasik — menghabiskan banyak waktu untuk alkimia dan kepercayaan religius yang eksentrik.


Walau menarik untuk dibahas, belum ada bukti statistik bahwa pemenang Nobel lebih rentan terhadap pikiran pseudoscientific dibanding ilmuwan lain. 


Tapi yang jelas, predikat “paling pintar di dunia” tidak otomatis membuat seseorang kebal dari ide-ide nyeleneh.


Disadur dari IFL Science


Post a Comment

أحدث أقدم