Lebih dari 90% Kawasan Jamur Langka Dunia Terancam Eksistensinya

 Lewat teknologi AI dan peta interaktif global, ilmuwan kini menyerukan perlindungan lebih serius terhadap kehidupan bawah tanah yang selama ini terabaikan.


Jamur mikoriza Austropaxillus betuloides di La Araucania, Chili. Foto: Thomas MunitaJamur mikoriza Austropaxillus betuloides di La Araucania, Chili. Foto: Thomas Munita


Ringkasan

  • Jamur mikoriza penting untuk menyimpan karbon dan menjaga kesuburan tanah.
  • Studi memetakan area dengan keanekaragaman jamur tertinggi menggunakan AI.
  • Sebagian besar area tersebut belum masuk kawasan konservasi resmi.


SAAT bicara soal keanekaragaman hayati, banyak orang langsung membayangkan hutan tropis Amazon atau dataran liar di Madagaskar


Tapi, tahukah kamu bahwa kehidupan yang tak kalah penting justru tersembunyi di bawah kaki kita?


Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature (23 Juli 2024) menunjukkan bahwa komunitas jamur bawah tanah, terutama jamur mikoriza, memainkan peran besar dalam ekosistem global. 


Namun, lebih dari 90% wilayah yang memiliki keanekaragaman jamur tinggi belum termasuk dalam zona lindung.


Jamur mikoriza hidup bersimbiosis dengan akar tumbuhan—sekitar 80% spesies tanaman di bumi bergantung pada mereka. 


Mereka membantu menyerap nutrisi, menjaga kelembaban tanah, dan bahkan menyimpan lebih dari 13 miliar metrik ton karbon dioksida, jumlah setara sepertiga emisi karbon global dari bahan bakar fosil.


“Selama berabad-abad kita sibuk memetakan gunung, hutan, dan lautan. Tapi kehidupan jamur ini tetap tersembunyi, padahal perannya sangat besar.”


DemikianToby Kiers, ahli biologi evolusioner dari Free University of Amsterdam sekaligus pendiri organisasi SPUN (Society for the Protection of Underground Networks), utarakan.


Penelitian ini menggunakan machine learning untuk menganalisis lebih dari 2,8 miliar sekuens DNA jamur dari hampir 25.000 sampel tanah di 130 negara. 


Hasilnya dimasukkan ke dalam Underground Atlas, peta daring yang menampilkan “hotspot” jamur dunia.


Hasilnya mengejutkan: lokasi jamur paling beragam justru bukan di hutan tropis Amazon, melainkan di daerah seperti tundra Alaska, semak-semak Mediterania, dan pesisir Ghana. 


Sayangnya, kawasan ini nyaris tak mendapatkan perlindungan resmi—sebagian bahkan terancam karena abrasi, pembangunan, atau perubahan tata guna lahan.


Michael van Nuland, penulis utama studi ini, menekankan pentingnya mengenali dan melindungi simbiosis jamur-tumbuhan ini. 


Mengabaikannya berarti melewatkan peluang besar dalam menghadapi krisis iklim, pertanian, dan kerusakan ekosistem.


Rebecca Shaw dari WWF bahkan menyebut penelitian ini sebagai “terobosan menggembirakan”. 


Selama 50 tahun terakhir, perhatian dunia hanya tertuju pada keanekaragaman hayati di permukaan bumi, padahal kehidupan bawah tanah menyimpan peran penting yang belum tergali maksimal.


Langkah selanjutnya? SPUN dan para mitra internasionalnya kini menjelajahi ekosistem jamur yang belum banyak diteliti di negara-negara seperti Mongolia, Ukraina, dan Pakistan.


“Kalau kita ingin benar-benar melindungi planet ini, saatnya kita berhenti memandang bumi hanya dari permukaan,” pungkas Kiers.


Disadur dari Smithsonian Magazine


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama