Kata Siapa Pria Lebih Jago Matematika, Peneliti Tunjukkan Masalahnya

 Saat mulai sekolah, kemampuan siswa dan siswi sama. Tapi hanya dalam empat bulan, nilai matematika anak laki-laki melesat lebih tinggi dari perempuan dan kesenjangan itu terus membesar.


Saat mulai sekolah, kemampuan siswa dan siswi sama. Tapi hanya dalam empat bulan, nilai matematika anak laki-laki melesat lebih tinggi dari perempuan dan kesenjangan itu terus membesar.Ilustrasi dibuat oleh AI. 


Ringkasan 

  • Anak laki-laki dan perempuan punya kemampuan matematika setara saat mulai sekolah.
  • Kesenjangan prestasi mulai muncul setelah masuk sistem pendidikan formal.
  • Faktor di dalam kelas, bukan bawaan biologis, diduga kuat jadi pemicunya.


SUDAH lama beredar anggapan bahwa anak laki-laki lebih jago matematika, sementara perempuan unggul di bahasa. Tapi ternyata, itu cuma stereotip yang tidak didukung data ilmiah. 


Studi terbaru yang melibatkan lebih dari 2,5 juta anak kelas satu di Prancis justru membalik anggapan itu.


Dipublikasikan di jurnal Nature, penelitian ini menunjukkan bahwa saat pertama kali masuk sekolah, kemampuan matematika anak laki-laki dan perempuan setara. 


Namun hanya empat bulan setelah masuk pendidikan formal, perbedaan mulai muncul—anak laki-laki unggul. Dan di akhir tahun ajaran pertama, kesenjangan itu menjadi empat kali lebih besar.


"Yang mengejutkan bukan soal ada kesenjangan, tapi fakta bahwa kesenjangan itu muncul saat anak mulai menerima pelajaran matematika formal." 


Demikian Elizabeth Spelke, profesor psikologi dari Harvard University yang turut menulis studi ini, utarakan kepada Live Science.


Kesenjangan ini konsisten terjadi di berbagai latar belakang, baik anak dari keluarga kaya, miskin, urban, atau rural. 


Bahkan saat data dari anak-anak yang sekolahnya terdampak penutupan selama pandemi COVID-19 dianalisis, hasilnya menarik, saat sekolah tutup, kesenjangan mengecil. 


Begitu sekolah dibuka kembali, kesenjangannya membesar lagi. Ini makin menguatkan dugaan bahwa sistem sekolah, bukan perbedaan biologis, yang memperkuat stereotip gender tersebut.


Meski studi ini bersifat observasional dan belum bisa memastikan penyebab pastinya, para pakar pendidikan punya beberapa dugaan. 


Jenefer Golding dari University College London mencurigai adanya pola interaksi di kelas yang secara tidak sadar memperlakukan anak laki-laki dan perempuan secara berbeda. 


“Kita perlu memastikan bahwa tidak ada hambatan tak terlihat yang menghalangi potensi anak-anak berkembang, terutama di bidang STEM,” katanya.


Ada juga kemungkinan perbedaan sejak masa balita yang ikut membentuk minat dan rasa percaya diri anak terhadap matematika. 


Sabine Meinck dari International Association for the Evaluation of Educational Achievement memberikan contoh soal kebiasaan orang tua terhadap anak-anaknya.


Dia menyebut bahwa orang tua cenderung lebih sering mengajak anak perempuan bermain kegiatan literasi (seperti membaca), sementara anak laki-laki lebih sering diberi mainan konstruksi seperti balok dan lego. 


Permainan seperti itu diyakini membantu perkembangan logika spasial dan keterampilan berhitung.


Menurut Spelke, dibutuhkan riset lanjutan di dalam kelas. Tujuannya adalah mencari tahu pola-pola apa saja yang memperparah kesenjangan, dan merancang intervensi yang efektif agar sistem pendidikan bisa lebih adil untuk semua.


Disadur dari Live Science


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama