Milenial AS Tinggalkan Agama Formal, Pentingkan Nilai Spiritualitas

 Generasi milenial di Amerika semakin banyak yang meninggalkan agama formal seperti gereja dan organisasi keagamaan lainnya. Tapi bukan berarti mereka jadi anti spiritualitas. 


Generasi milenial di Amerika semakin banyak yang meninggalkan agama formal seperti gereja dan organisasi keagamaan. Tapi bukan berarti mereka jadi anti spiritualitas.Ilustrasi gambar dibuat oleh AI.


Ringkasan

  • Keterlibatan dalam agama formal menurun drastis di kalangan milenial, tapi praktik spiritual pribadi seperti meditasi justru meningkat.
  • Mereka yang mendukung nilai progresif (seperti kesetaraan gender) paling besar kemungkinan meninggalkan lembaga agama.
  • Keputusan meninggalkan agama lebih didorong oleh konflik nilai dan kekecewaan terhadap institusi agama, bukan karena kehilangan iman.


STUDI terbaru menunjukkan bahwa generasi muda di Amerika Serikatmembentuk cara baru untuk menghayati nilai-nilai moral dan makna hidup — lebih sesuai dengan jati diri, kebebasan memilih, dan komitmen pada keadilan sosial.


Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Socius ini mengikuti lebih dari 1.300 orang Amerika yang lahir akhir 1980-an selama satu dekade, dari remaja hingga dewasa muda. 


Para peneliti menganalisis data survei dari National Study of Youth and Religion dan melakukan wawancara mendalam terhadap 183 orang untuk memahami perubahan dalam cara mereka beragama.


Hasilnya? Keterlibatan dalam agama formal — seperti menghadiri ibadah dan menjadi anggota institusi keagamaan — merosot tajam. 


Pada awal studi, 80% responden masih ikut ibadah setidaknya sesekali. Sepuluh tahun kemudian, hampir 60% tak pernah datang ke rumah ibadah sama sekali. Afiliasi agama formal pun turun dari 89% menjadi hanya 60%.


Namun, kepercayaan pada Tuhan hanya turun sedikit (dari 83% ke 66%), dan praktik seperti meditasi malah naik dari 12% menjadi 21%. Ini menunjukkan bahwa meskipun mereka menjauh dari organisasi agama, banyak yang tetap mencari makna hidup secara spiritual.


Ketika para peneliti menggali lebih jauh lewat wawancara, muncul pola yang menarik. 


Banyak yang merasa nilai-nilai pribadi mereka — seperti keadilan sosial, kesetaraan, dan kejujuran — tak lagi sejalan dengan doktrin agama yang mereka anut. 


Mereka kecewa dengan gereja yang dirasa menghakimi, politis, atau tidak relevan dengan realitas hidup masa kini.


Banyak yang mengalami momen konflik nilai atau trauma dari otoritas agama yang membuat mereka mengambil jarak. 


Ada yang jadi agnostik, ada pula yang tetap percaya pada Tuhan tapi lebih memilih jalur pribadi untuk mengekspresikan iman—misalnya lewat meditasi, aksi sosial, atau refleksi pribadi.


Menurut penulis studi, fenomena ini mencerminkan pergeseran budaya, yakni dari agama berbasis institusi ke spiritualitas berbasis individu. 


Generasi muda ingin jujur terhadap diri sendiri dan nilai-nilai yang mereka anggap benar, bukan sekadar mengikuti norma komunitas atau hierarki agama.


Agama, dalam pandangan mereka, bukan soal gedung ibadah atau seremonial, tapi soal menjadi manusia yang berintegritas, peduli, dan penuh makna — dengan atau tanpa label keagamaan.


Namun, para peneliti juga mengingatkan bahwa studi ini fokus pada satu kelompok generasi di satu negara (AS), jadi belum bisa digeneralisasi untuk seluruh dunia atau generasi lain. 


Sumber: PsyPost - Millennials are abandoning organized religion. A new study provides insight into why


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama