Ancaman Saat Cuaca Panas, dari Kejang hingga Kematian

Saat suhu Bumi makin panas akibat perubahan iklim, risiko terkena hiponatremia ikut meningkat. Kondisi ini bisa menyebabkan kejang, koma, hingga kematian. 


Saat suhu Bumi makin panas akibat perubahan iklim, risiko terkena hiponatremia ikut meningkat. Kondisi ini bisa menyebabkan kejang, koma, hingga kematian.Ilustrasi dibuat oleh AI.


Ringkasan

  • Hiponatremia sering meningkat saat suhu udara tinggi, terutama menyerang lansia dan pekerja lapangan.
  • Risiko bertambah jika mengonsumsi obat-obatan tertentu seperti diuretik dan tidak mengimbangi dengan elektrolit.
  • Rehidrasi saat panas ekstrem sebaiknya dilakukan dengan minuman mengandung elektrolit, bukan hanya air putih.


SHAKUNTALA  Admane, seorang pekerja ladang tebu di India, tiba-tiba ambruk setelah bekerja di suhu lebih dari 40°C. Tes medis menunjukkan bahwa ia mengalami hiponatremia.


Kadar natrium dalam darahnya turun di bawah normal. Itu kondisi medis yang serius, jika tidak segera ditangani, bisa menyebabkan pembengkakan otak, kejang, kerusakan otot, hingga kematian.


Admane bukan satu-satunya. Dalam beberapa bulan terakhir, banyak petani di India mengalami gejala serupa seperti bingung, lemah, hingga kejang saat bekerja di suhu tinggi. 


Meski India belum mencatat data nasional soal hiponatremia, kasus ini meningkat signifikan di musim panas dan ternyata terjadi juga di banyak negara lain.


Sebuah studi tahun 2024 di Clinical Endocrinology yang mengkaji hampir dua lusin negara di enam benua menemukan pola jelas: suhu tinggi berkorelasi kuat dengan penurunan kadar natrium.


Di Jerman, data dari 2 juta pasien antara 2000–2023 menunjukkan lonjakan kasus saat indeks panas naik. 


Dalam satu tahun terakhir saja, Jerman mengalami dua kali lipat hari-hari panas ekstrem dibandingkan jika tidak ada perubahan iklim, demikian menurut World Weather Attribution.


Di Swedia, suhu 20°C yang tergolong hangat di sana cukup untuk memicu lonjakan hiponatremia menurut hasil studi yang diterbitkan di Journal of the American Society of Nephrology.


Sementara menurut penelitian Manheimer dan rekan-rekannya pada tahun 2022, kenaikan suhu 2°C saja bisa menyebabkan lonjakan kasus hingga 14 persen. 


Apa yang terjadi?


Saat kita berkeringat, tubuh kehilangan air dan elektrolit (termasuk natrium). Jika hanya mengganti cairan dengan air putih, tanpa elektrolit, kadar natrium bisa makin menurun. 


Tubuh akan mencoba menahan air untuk mencegah dehidrasi, namun justru memperparah ketidakseimbangan natrium.Obat-obatan seperti diuretik, antidepresan, atau antipsikotik bisa memperparah kondisi ini. 


Kelompok rentan seperti lansia yang cenderung punya penyakit kronis dan konsumsi banyak obat jadi sangat berisiko. Ditambah lagi, kemampuan tubuh mereka untuk menangani panas dan membuang kelebihan air juga menurun seiring usia.


Menurut Dr. Buster Mannheimer dari Karolinska Institute, sangat penting untuk tidak mendorong orang mengonsumsi air secara berlebihan saat panas. 


Yang dibutuhkan adalah pendekatan seimbang: cukup cairan, tapi harus diimbangi dengan elektrolit, terutama natrium.


Sistem peringatan dini saat gelombang panas serta edukasi publik tentang risiko hiponatremia jadi sangat krusial. Terutama untuk pekerja lapangan seperti Admane dan anaknya, Jayashree, yang kini sering harus ke dokter dan mengandalkan cairan elektrolit sebelum bisa bekerja kembali.


Diperkirakan pada 2030, satu dari enam orang di dunia akan berusia di atas 60 tahun. Dengan meningkatnya suhu global dan populasi lansia, kasus hiponatremia bisa melonjak drastis.


"Jika dulu saya bisa kerja delapan jam sehari, sekarang empat jam saja sudah bikin saya tumbang," kata Admane. 


Bagi banyak pekerja, masa depan di bawah panas ekstrem bukan cuma soal cuaca — tapi soal hidup dan mati.


Disadur dari artikel berjudul A dangerous condition that can cause seizures, coma and death could rise dramatically as the climate warms yang terbit di Live Science.


Post a Comment

أحدث أقدم