Jika ini terjadi, kita mungkin bisa mencapai fase “escape velocity”—titik di mana manusia bisa memilih sendiri mau hidup berapa lama.
Ringkasan:
- CEO Anthropic mengklaim AI bisa memperpanjang umur manusia sampai 150 tahun paling lambat tahun 2030.
- Teknologi AI berpotensi mempercepat penemuan terapi anti-penuaan dan memperpanjang masa sehat manusia.
- Tapi para ilmuwan skeptis, karena belum ada bukti bahwa AI bisa benar-benar mengubah proses biologis penuaan.
SELAMA dua abad terakhir, kita udah hidup dalam "revolusi umur panjang." Di tahun 1824, harapan hidup orang Amerika sekitar 40 tahun. Sekarang? Udah nyaris dua kali lipat!
Ini banyak dipengaruhi oleh menurunnya angka kematian bayi dan kemajuan dunia medis. Tapi semua ini terjadi tanpa bantuan AI.
Padahal, salah satu kekuatan utama AI adalah kemampuannya menggali data dalam jumlah masif buat nemuin pola, solusi, atau bahkan obat yang mungkin luput dari perhatian ilmuwan paling jenius.
Dari studi soal penuaan sel, pemendekan telomer, kanker, hingga kerusakan mitokondria—AI digadang-gadang jadi alat masa depan yang tak tergantikan.
Tapi bagaimana kalau AI bukan cuma sekadar alat bantu? Bagaimana kalau justru AI yang jadi motor utama revolusi umur panjang selanjutnya?
Itulah keyakinan Dario Amodei, CEO Anthropic, yang percaya AI bisa melipatgandakan usia manusia jadi 150 tahun hanya dalam waktu lima tahun.
Lewat blog pribadinya pada Oktober 2024, Amodei bilang, “Kedengarannya memang gila, tapi abad ke-20 saja berhasil menggandakan harapan hidup, jadi masuk akal kalau abad ke-21 bisa mengulang hal yang sama.”
Ia juga menyebut bahwa sudah ada obat yang terbukti bisa menambah umur tikus hingga 25-50%, dan beberapa hewan seperti kura-kura bisa hidup hingga 200 tahun.
Jadi, umur manusia bukan berarti mentok di 100-an tahun.
Di Forum Ekonomi Dunia di Davos awal 2025, Amodei bahkan makin yakin, manusia akan mencapai escape velocity dalam waktu dekat.
Artinya? Begitu manusia bisa hidup sampai 150 tahun, kita mungkin bisa “membekukan” proses penuaan dan hidup selama yang kita mau. Meski, ia juga mengakui bahwa secara biologis ini mungkin belum bisa benar-benar dilakukan.
Amodei bukan satu-satunya yang punya ide berani. Futuris Ray Kurzweil juga pernah bilang bahwa AI bisa menghentikan proses penuaan pada tahun 2032.
Caranya? Lewat dua pendekatan: nanobot medis yang bisa memperbaiki sel rusak secara mikro, dan backup otak manusia ke cloud (yang jujur aja, kita belum tahu apakah benar-benar mungkin dilakukan).
Tapi tentu saja, nggak semua ilmuwan setuju. Profesor S. Jay Olshansky dari Universitas Illinois Chicago justru ragu.
Katanya, “Sekarang kita menghadapi hambatan utama: proses penuaan itu sendiri. Dan sampai sekarang, belum ada bukti AI bisa memodulasi proses biologis ini.”
Olshansky bahkan menyamakan klaim perpanjangan umur dengan mitos lemon water.
“Saya bisa saja bilang minum air lemon dua kali sehari bikin kamu hidup sampai 150 tahun, dan kamu tidak bisa buktikan saya salah,” ujarnya sinis.
Meskipun begitu, AI tetap disebut-sebut sebagai tonggak baru dalam dunia kesehatan. Artikel Harvard Gazette Maret 2025 menyamakan kehadiran AI dalam medis seperti munculnya internet atau selesainya pemetaan genom manusia.
Singkatnya, apakah AI bisa bikin kita hidup dua kali lebih lama? Mungkin iya, mungkin juga belum. Tapi satu hal pasti—AI dan ilmu pengetahuan sedang menulis ulang masa depan manusia, satu baris kode demi satu.
Sumber: Popular Mechanics - AI Will Double the Human Lifespan By 2030, Tech CEO Claims. Is This the Dawn of Immortality?
إرسال تعليق