Rahasia Beton Romawi Bisa Bertahan Ribuan Tahun

 Para ilmuwan terus mengungkap bagaimana material kuno ini bisa lebih tangguh dari beton modern.


Para ilmuwan terus mengungkap bagaimana material kuno ini bisa lebih tangguh dari beton modern.
Gambar ilustrasi dibuat oleh AI


Ringkasan: 

  • Beton Romawi mengandung abu vulkanik dan potongan kapur khusus yang membuatnya lebih awet.
  • Material ini bisa “menyembuhkan” retakannya sendiri saat terkena air, berkat reaksi kimia dalam campurannya.
  • Teknik pencampuran panas (hot mixing) yang digunakan Romawi memungkinkan terbentuknya struktur beton superkuat.


BEBERAPA bangunan Romawi seperti Pantheon di Roma, saluran air di Spanyol, hingga pemandian di Inggris masih berdiri tegak sejak 2.000 tahun lalu. 


Kuncinya? Beton Romawi. 


Meski hingga kini para peneliti belum sepenuhnya memahami resep aslinya, mereka telah menemukan beberapa petunjuk penting—mulai dari bahan dasarnya, hingga kemampuannya 'menyembuhkan' diri saat hujan turun.


Untuk memahami keistimewaan beton Romawi, kita perlu tahu dulu cara kerja beton modern. 


Beton modern berbasis pada semen Portland, campuran bubuk halus dari batu kapur dan tanah liat yang dibakar dalam suhu tinggi hingga jadi klinker, lalu digiling lagi. 


Usia pakainya sekitar 75–100 tahun—jauh lebih singkat dibanding beton Romawi.


Bahan mirip beton sudah digunakan sejak 6.500 SM oleh manusia purba di Suriah. 


Bangsa Maya juga memakai bahan mirip semen dari kapur bakar. Namun, Romawi-lah yang benar-benar mengembangkan teknologi beton hingga jadi fondasi peradaban mereka. 


"Betonlah yang membangun kekaisaran," kata Kevin Dicus, profesor klasik dari University of Oregon.


Bahan rahasia


Salah satu game changer dalam beton Romawi adalah pozzolan—abu vulkanik dari Pozzuoli, Italia. Ketika dicampur dengan air dan kapur, terjadi reaksi kimia yang membuat beton makin kuat, bahkan bisa mengeras di bawah air. 


Bahan penting lainnya adalah lime clasts alias potongan kapur cepat (quicklime) yang memberi beton kemampuan menyembuhkan diri. Saat retak dan terkena air, potongan ini bereaksi dan membentuk kristal kalsit yang menutup celah tersebut.


Romawi juga memakai teknik hot mixing—menggabungkan quicklime, pozzolan, dan air lalu memanaskannya. 


Penelitian MIT tahun 2023 membuktikan teknik ini membantu terbentuknya lime clasts yang jadi kunci penyembuhan beton. 


Sementara itu, beton modern tidak memungkinkan terbentuknya clasts karena klinker digiling halus sepenuhnya.


Meski teknologi analitik modern baru bisa membongkar rahasia ini, para peneliti masih bertanya-tanya: apakah orang Romawi benar-benar sadar bahwa mereka menciptakan beton paling awet di dunia, ataukah ini hasil kebetulan jenius?


Apa pun jawabannya, hasilnya nyata, beton Romawi masih berdiri kokoh setelah ribuan tahun, bahkan lebih keras dari hari saat pertama dicetak. 


Seperti kata Dicus saat menyentuh dinding kuno itu, “Ini sudah 2.000 tahun, dan masih sekeras seperti saat baru dituangkan.”


Sumber: Live Science - How is Roman concrete still standing after 2,000 years?


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama