Studi lintas budaya ini menantang anggapan lama bahwa wajah pria yang maskulin selalu dianggap paling menarik.
Ringkasan
- Baik pada pria maupun wanita, wajah dengan ciri feminin cenderung dianggap lebih menarik oleh mayoritas partisipan.
- Preferensi wajah feminin atau maskulin bervariasi tergantung budaya (Jepang vs Inggris) dan orientasi seksual (hetero, gay/lesbi, bi).
- Pilihan wajah menarik pada partisipan biseksual tidak selalu berada di "tengah-tengah" antara heteroseksual dan homoseksual, tapi punya pola tersendiri.
HASIL penelitian terbaru yang diterbitkan di Journal of Experimental Psychology: General mengungkap temuan menarik.
Secara umum, baik pria maupun wanita dari berbagai budaya dan orientasi seksual ternyata lebih menyukai wajah pria yang feminin dibanding yang maskulin.
Biasanya, kita mengira bahwa pria dengan rahang tegas dan fitur wajah maskulin lebih digandrungi, apalagi oleh perempuan. Tapi penelitian ini membalik asumsi tersebut.
Lebih dari 1.500 orang dari Inggris dan Jepang diminta menilai daya tarik wajah yang telah dimodifikasi menjadi lebih feminin atau maskulin.
Hasilnya? Mayoritas lebih menyukai versi feminin — bahkan untuk wajah pria.
Penelitian ini dilakukan oleh tim psikolog dari Inggris dan Jepang yang ingin tahu bagaimana budaya dan orientasi seksual memengaruhi selera orang terhadap wajah.
Mereka tidak hanya meneliti partisipan heteroseksual seperti studi-studi sebelumnya, tapi juga menyertakan kelompok gay, lesbian, dan biseksual.
Mereka juga tidak hanya menilai wajah orang kulit putih, tapi juga wajah Asia Timur.
Peneliti menggunakan dua metode. Pertama, peserta memilih antara dua versi wajah (feminin vs maskulin).
Kedua, mereka bebas mengatur sendiri tingkat femininitas/maskulinitas sebuah wajah hingga menurut mereka tampak paling menarik.
Hasilnya konsisten, wajah feminin lebih digemari, terutama saat peserta bebas bereksperimen sendiri.
Namun, di balik tren umum itu, ada banyak variasi menarik:
- Orang Jepang lebih suka wajah feminin dibanding orang Inggris, terutama saat menilai wajah pria.
- Wanita hetero Inggris suka wajah perempuan yang feminin, tapi wanita lesbian dan biseksual justru kurang menyukainya.
- Wanita biseksual Jepang unik karena tidak terlalu menyukai femininitas, baik pada wajah pria maupun wanita.
Sementara itu, pria heteroseksual lebih suka wajah perempuan yang feminin, tapi tidak punya selera kuat soal wajah pria. Pria gay, terutama dari Jepang, lebih suka wajah pria yang maskulin.
Namun, pria biseksual menunjukkan pola berbeda. Mereka lebih netral, tak condong ke maskulin maupun feminin.
Hal menarik lainnya adalah soal etnis wajah yang dinilai. Wajah perempuan kulit putih dinilai lebih menarik saat 'difemininisasi' dibanding wajah Asia Timur.
Sebaliknya, wajah pria Asia Timur tampak lebih menarik ketika dibuat lebih feminin dibanding wajah pria kulit putih. Jadi, preferensi bukan cuma soal maskulin vs feminin, tapi juga dipengaruhi konteks etnis.
Peneliti menekankan bahwa "beauty is in the eye of the beholder". Dengan kata lain, selera itu sangat dipengaruhi oleh siapa yang menilai, dari mana mereka berasal, dan orientasi seksual mereka.
Termasuk kelompok biseksual yang selama ini jarang diteliti, padahal mereka punya selera unik yang tak bisa disamakan dengan kelompok hetero maupun homoseksual.
Meski begitu, peneliti mengakui keterbatasan studi ini, seperti jumlah partisipan Jepang gay/lesbi yang lebih sedikit, dan hanya melibatkan dua budaya.
Ke depannya, penelitian lebih luas diperlukan untuk tahu apakah pola serupa juga terjadi pada aspek fisik lain, seperti tubuh atau gaya berpakaian.
Sumber: PsyPost - New attractiveness research reveals surprising preference for femininity in men’s faces
إرسال تعليق