Suku di Paraguay Ini Lupa Cara Menari, Menyanyi, dan Menyalakan Api

Tak ada yang menyanyi untuk bayi, tak ada tarian, bahkan cara menyalakan api pun sudah terlupakan.


Tak ada yang menyanyi untuk bayi, tak ada tarian, bahkan cara menyalakan api pun sudah terlupakan.
Gambar ilustrasi dibuat oleh AI


Ringkasan:

  • Suku Northern Aché di Paraguay tak memiliki tradisi menyanyi untuk bayi, menari, atau membuat api—mematahkan anggapan bahwa itu perilaku manusia universal.
  • Budaya mereka hilang akibat sejarah panjang penurunan populasi, penjajahan, wabah penyakit, dan pemaksaan migrasi.
  • Studi ini menunjukkan bahwa perilaku seperti musik dan tarian tidak otomatis muncul dari naluri manusia, melainkan perlu diwariskan secara budaya.


SUKU adat Northern Aché di Paraguay membuat para ilmuwan tercengang. 


Selama ini diyakini bahwa semua manusia di berbagai penjuru dunia pasti punya lagu pengantar tidur untuk bayi, suka menari, dan bisa bikin api. Tapi Northern Aché? Nihil. 


Penemuan ini dipublikasikan dalam jurnal Current Biology oleh Dr. Manvir Singh dan Prof. Kim Hill. Hill sendiri hidup bersama komunitas ini selama hampir 10 tahun (total 122 bulan!) antara tahun 1977 dan 2020. 


Sepanjang waktu itu, ia tak pernah mendengar satu pun lagu dinyanyikan untuk bayi, atau melihat orang dewasa menari. Yang ada hanyalah diam dan sunyi budaya.


Padahal leluhur mereka berasal dari kelompok penutur bahasa Tupi yang dikenal suka bernyanyi, menari, bahkan melakukan praktik perdukunan dan bertani. 


Tapi di Northern Aché, semua itu hilang. Tak ada dukun, tak ada kebun, tak ada tarian, tak ada api.


Lantas, apa yang terjadi? Menurut para peneliti, budaya mereka lenyap akibat serangkaian tragedi demografis. 


Mulai dari penjajahan misionaris dan pemburu budak Brasil di abad ke-19, sampai wabah penyakit dan penculikan oleh penduduk Paraguay di tahun 1970-an. 


Suku ini lalu dipaksa tinggal di permukiman permanen, dan di situ, praktik budaya seperti sihir perburuan dan poligami juga ikut lenyap.


Penurunan jumlah penduduk yang drastis memang sering diikuti oleh “penyusutan budaya.” Semakin sedikit orang, semakin sedikit juga yang bisa mewariskan cerita, lagu, dan kebiasaan. 


Tanpa regenerasi sosial, hal-hal seperti lagu pengantar tidur pun bisa hilang dari ingatan kolektif.


Meski demikian, bukan berarti Northern Aché sepenuhnya tak punya ekspresi emosional. Mereka tetap menenangkan bayi dengan wajah lucu, bicara imut, dan tawa. 


Beberapa orang juga suka menyanyi untuk diri sendiri. Tapi itu tetap berbeda dari konsep nyanyian sosial atau pengantar tidur.


Penemuan ini mengguncang teori bahwa lagu dan tarian adalah bagian tak terpisahkan dari kodrat manusia. 


Dulu diyakini bahwa menyanyi pada bayi membantu menciptakan ikatan emosional, dan menari mempererat kohesi kelompok. Tapi Northern Aché membuktikan bahwa tanpa pewarisan budaya, manusia tak otomatis “tahu caranya.”


Menurut Dr. Singh, ini mirip seperti keterampilan membuat api. Tubuh manusia memang beradaptasi untuk makan makanan matang, tapi kalau pengetahuan bikin api hilang, ya kita tetap tak bisa memasak. 


Begitu pula dengan lagu dan tarian—barangkali memang bagian dari evolusi kita, tapi tetap butuh warisan budaya agar muncul.


Singkatnya, kita tidak hanya "terprogram" untuk jadi manusia sosial—kita juga harus belajar caranya dari orang lain. 


Dan jika rantai itu terputus, hasilnya bisa seperti Northern Aché: manusia yang tetap manusia, tapi kehilangan sebagian besar "bahasa budaya"-nya.***


Sumber: IFL Science - This Indigenous Tribe Has Tragically Forgotten How To Dance, Sing Lullabies And Make Fire


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama