Brown rice (beras cokelat) atau beras pecah kulit memang memiliki lebih banyak nutrisi tetapi juga lebih banyak mengandung arsenik.
Ringkasan:
- Brown rice memang lebih bergizi, tapi juga mengandung arsenik lebih tinggi—risiko terbesar mengintai anak-anak.
- Padi sangat efektif menyerap arsenik dari tanah basah. Lapisan kulit luar di beras cokelat menyimpan lebih banyak racun ini.
- Beras pecah kulit bukan musuh, tapi jangan jadi fanatik. Variasi makanan adalah kunci makan sehat yang aman.
BROWN RICE sering dielu-elukan sebagai pilihan yang lebih sehat dibanding nasi putih. Lebih banyak serat, lebih kaya nutrisi, katanya. Tapi tunggu dulu....
Hasil penelitian terbaru dari Michigan State University di AS justru menemukan sisi gelap dari nasi yang katanya "sehat" ini: kandungan arsenik yang lebih tinggi.
Ya, arsenik. Unsur beracun yang biasanya kita dengar dalam cerita kriminal atau racun tikus.
Meski jumlahnya di nasi tak cukup bikin kita tumbang seketika, dampaknya dalam jangka panjang—terutama bagi anak-anak—bisa bikin kita berpikir dua kali saat memilihnya.
Lebih Sehat, Tapi Juga Lebih Beracun?
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Risk Analysis ini mengungkap bahwa brown rice mengandung lebih banyak arsenik anorganik dibanding nasi putih, khususnya di Amerika Serikat.
Arsenik anorganik adalah bentuk yang paling beracun dari arsenik—dan sayangnya, nasi menyerap zat ini jauh lebih banyak dibanding biji-bijian lain.
Kenapa bisa begitu? Jawabannya ada pada cara tanamnya. Padi biasanya ditanam di lahan basah yang tergenang air. Tanah yang terus-menerus basah ini menciptakan kondisi ideal bagi arsenik untuk masuk ke tanaman.
Dan, karena lapisan kulit luar padi masih utuh pada brown rice, kandungan arseniknya pun lebih tinggi.
Menurut Profesor Felicia Wu, peneliti utama studi ini, nasi merah memang punya lebih banyak serat, protein, dan niasin.
Tapi, dari sisi keamanan pangan, kita perlu waspada, apalagi untuk anak-anak di bawah lima tahun yang makan lebih banyak per kilogram berat badan mereka.
Siapa yang Paling Rentan?
Penelitian ini menemukan bahwa kelompok-kelompok tertentu punya risiko lebih tinggi: bayi mulai usia 6 bulan, anak-anak kecil, komunitas imigran Asia yang makan nasi dalam jumlah besar, dan orang-orang yang mengalami ketidakamanan pangan.
Secara geografis, perbedaan kadar arsenik juga signifikan. Misalnya, beras yang ditanam di AS memiliki 48 persen arsenik anorganik di nasi cokelat dan 33 persen di nasi putih.
Ini bukan berarti nasi putih tiba-tiba jadi juara. Tapi ini jadi pengingat bahwa tak semua yang tampak sehat itu bebas risiko.
Beras brown atau ada yang menerjemahkannya beras pecah kulit memberi lebih banyak nutrisi, tapi juga “bonus” arsenik. Jadi, makan sehat tak selalu sesederhana memilih warna yang lebih gelap.
Apa yang Harus Dilakukan?
Para peneliti tidak menyarankan untuk langsung stop makan nasi cokelat. Tapi mereka menekankan perlunya pendekatan yang lebih seimbang: mempertimbangkan nutrisi sekaligus keamanan makanan.
Mereka bahkan menyarankan agar dilakukan analisis manfaat dan risiko yang lebih komprehensif, termasuk dari segi harga, dampak lingkungan, dan kandungan gizi.
Ya, pada kenyataannya, tidak semua orang punya akses atau pilihan makanan yang sama.
Jadi...
Kalau kamu masih bingung, ini kuncinya: jangan panik, tapi juga jangan asal. Variasikan sumber karbohidratmu. Gantilah nasi sesekali dengan quinoa, kentang, atau jagung.
Dan kalau tetap ingin makan nasi cokelat, tidak apa-apa—asal tidak setiap hari dalam jumlah besar, terutama buat si kecil.
Karena kadang, hidup sehat itu bukan soal putih atau cokelat. Tapi soal tahu apa yang kamu makan, dan seberapa banyak kamu makan itu.***
Sumber: Disadur dari SciTech Daily - "Is Brown Rice Really Healthier? Shocking Study Reveals a Hidden Risk"
Posting Komentar