Seekor simpanse ternyata bisa melakukan sesuatu yang sering gagal dilakukan manusia, mengubah pendapatnya ketika bukti baru datang.
Ringkasan
- Simpanse bisa menilai kekuatan bukti dan mengubah keputusan jika muncul fakta baru.
- Mereka menunjukkan bentuk awal metakognisi, kemampuan berpikir tentang pikiran sendiri.
- Temuan ini menunjukkan bahwa kemampuan bernalar bukanlah lompatan besar antara manusia dan hewan, melainkan sebuah spektrum evolusioner.
DALAM studi yang dilakukan di Ngamba Island Chimpanzee Sanctuary, Uganda, para peneliti menemukan bahwa simpanse mampu membentuk harapan berdasarkan bukti.
Hewan-hewan itu lalu menyesuaikan keyakinannya ketika informasi baru bertentangan dengan yang lama. Itu merupakan kemampuan berpikir reflektif yang dulu dianggap hanya milik manusia.
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Science ini menunjukkan bahwa simpanse tak sekadar bereaksi terhadap rangsangan, tapi benar-benar menimbang bukti.
Dalam eksperimen, mereka diperlihatkan beberapa kotak, sebagian berisi makanan, sebagian kosong, dengan petunjuk yang bervariasi.
Ketika bukti kuat seperti makanan yang terlihat jelas di dalam kotak muncul, simpanse cenderung memilih dengan benar.
Namun yang mengejutkan, ketika peneliti memberikan bukti baru yang bertentangan, misalnya gambar makanan palsu, simpanse mampu merevisi pilihannya.
Dalam lima jenis eksperimen berbeda, mereka memilih secara rasional dua hingga tiga kali lebih sering dibanding pilihan acak.
Bahkan ketika harus memilih antara satu kotak dengan bukti kuat berisi satu makanan, dan satu kotak lain dengan bukti lemah tapi kemungkinan berisi dua makanan, simpanse menolak pepatah manusia “satu burung di tangan lebih baik daripada dua di semak.”
Mereka tampak bersedia mengambil risiko berdasarkan penilaian bukti yang mereka miliki, sesuatu yang bahkan manusia sering gagal lakukan, terutama di kasino.
Para peneliti menyebut temuan ini sebagai bukti kuat bahwa simpanse memiliki kemampuan metakognitif, yaitu “berpikir tentang pikiran sendiri.”
Menurut Dr. Francesca Sanford, salah satu penulis studi tersebut, perbedaan antara otak manusia dan simpanse bukanlah jurang besar, tapi lebih seperti gradasi.
“Kami kini mencoba eksperimen serupa pada anak-anak usia dua hingga empat tahun, untuk melihat di mana titik awal kemampuan ini muncul dalam evolusi,” katanya.
Studi ini juga menegaskan kembali prediksi Charles Darwin bahwa kemampuan berpikir tidak secara mutlak membedakan manusia dari hewan lain.
Seperti dicatat Profesor Brian Hare dari Duke University, Darwin sudah menduga bahwa “elemen-elemen psikologis” akan ditemukan pada hewan nonmanusia, terutama pada kera besar, yang bisa menjembatani kesenjangan antara kognisi manusia dan hewan.
Hasil penelitian ini sekaligus menjadi cermin bagi manusia, jika simpanse bisa menyesuaikan keyakinannya berdasarkan bukti baru, mengapa manusia sering gagal melakukannya — terutama dalam isu-isu sosial atau politik?
Disadur dari IFL Science.

Posting Komentar