Misteri “Pipis” Ular Akhirnya Terpecahkan

Para ilmuwan akhirnya berhasil mengungkap misteri lama tentang cara ular dan reptil buang air.


Dari Kotoran Hewan Jadi Kopi Termahal di DuniaFoto Ilustrasi: Michael Schwarzenberger/Pixabay


Ringkasan

  • Reptil mengeluarkan limbah nitrogen dalam bentuk kristal padat, bukan cairan seperti urin mamalia.
  • Proses ini memberi keuntungan evolusioner: menghemat air dan menetralkan zat beracun seperti amonia.
  • Temuan ini bisa membantu ilmuwan memahami peran asam urat dalam tubuh manusia dan mencegah penyakit seperti asam urat dan batu ginjal.


ULAR ini tidak “pipis” cair seperti mamalia, melainkan menghasilkan kristal padat yang berfungsi menyingkirkan nitrogen berlebih dari tubuh mereka. 


Temuan ini bukan hanya menjelaskan keunikan fisiologi reptil, tetapi juga memberi petunjuk penting bagi ilmu kesehatan manusia, termasuk soal asam urat dan batu ginjal.


Penelitian terbaru yang dimuat dalam Journal of the American Chemical Society ini menjawab rasa penasaran para ilmuwan yang telah berlangsung selama puluhan tahun: 


Mengapa ular dan reptil mengeluarkan kotoran dalam bentuk kristal?


Jennifer Swift, ahli kristal dari Georgetown University, awalnya hanya menerima pertanyaan aneh dari koleganya, herpetolog Gordon Schuett


Ia mengamati bahwa reptil yang diberi makanan dan air serupa menghasilkan bentuk kristal urin yang sangat berbeda—ada yang mengeras seperti batu, ada pula yang kering seperti debu. 


Rasa penasaran ini membuka jalan bagi penyelidikan mendalam terhadap lebih dari 20 spesies reptil, terutama ular.


Pada manusia, kristal asam urat bisa menyebabkan penyakit menyakitkan seperti gout (asam urat tinggi) dan batu ginjal. Tapi pada reptil, asam urat justru jadi solusi canggih. 


Alih-alih mengeluarkan cairan seperti mamalia yang mengandung urea, reptil mengemas nitrogen berlebih dalam bentuk kristal padat.


Lewat mikroskop resolusi tinggi dan analisis difraksi sinar-X, para ilmuwan menemukan bahwa reptil menghasilkan bola-bola mikroskopis yang terdiri atas ribuan nanokristal asam urat


Sebagian spesies langsung mengeluarkannya, sementara sebagian lainnya menggunakan strategi “daur ulang” kristal untuk bereaksi dengan amonia—zat neurotoksik berbahaya—sehingga membentuk partikel padat yang aman dan mudah dikeluarkan.


Kemampuan ini memberi keuntungan besar di habitat kering. Karena urine padat tak memerlukan air dalam jumlah besar, reptil bisa bertahan hidup di padang pasir atau iklim panas ekstrem. 


Seperti halnya burung—yang juga keturunan dinosaurus—mereka mengeluarkan nitrogen dalam bentuk padatan putih (urates) yang hemat air dan relatif tidak berbau.


Menurut Swift, strategi ini bisa disebut “keajaiban evolusi kimiawi.” Bayangkan: proses yang pada manusia menyebabkan penyakit justru jadi mekanisme penyelamat bagi reptil.


Penemuan ini membuka peluang baru dalam riset medis. Jika para ilmuwan bisa memahami bagaimana reptil menstabilkan atau “menjinakkan” asam urat, mungkin suatu hari kita bisa meniru mekanisme itu untuk mencegah kristalisasi berbahaya pada tubuh manusia. 


Swift menyebut pendekatan ini sebagai biomimetic science — meniru strategi alam untuk menyelesaikan masalah manusia.


“Alam sudah menguji coba sistem ini selama jutaan tahun,” ujarnya. “Kita hanya perlu belajar cara kerjanya.”


Penelitian serupa sebelumnya menunjukkan bahwa beberapa spesies gurun, seperti kadal dan burung unta, juga memakai sistem ekskresi hemat air serupa (Sillman & Withers, Journal of Comparative Physiology B, 2021). 


Sementara pada manusia, kadar asam urat tinggi sering dikaitkan dengan pola makan tinggi protein dan rendah hidrasi—persis kebalikan dari kondisi alami reptil yang bisa menyeimbangkan kadar asam urat tanpa memicu penyakit.


Jadi, lain kali melihat ular diam tak bergerak di bawah terik matahari, ingatlah: di dalam tubuhnya sedang bekerja sistem pembuangan paling efisien di kerajaan hewan.


Disadur dari Gizmodo

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama