Ya, Rentang Fokus Kita Memendek, Tapi Bukan Berarti Buruk

Pernah dengar mitos bahwa manusia sekarang cuma bisa fokus 8 detik—lebih pendek dari ikan mas? Tenang, kabar itu tidak sepenuhnya benar. 


Pernah dengar mitos bahwa manusia sekarang cuma bisa fokus 8 detik—lebih pendek dari ikan mas? Tenang, kabar itu tidak sepenuhnya benar.Foto Ilustrasi: jcomp/Freepik 


Ringkasan 

  • “8 detik” bukan berarti kita tak bisa fokus lama, melainkan cara otak menyaring informasi.
  • Generasi muda masih sanggup membaca buku panjang dan menonton video esai berjam-jam.
  • Kualitas pengajar atau konten lebih berpengaruh pada fokus ketimbang format atau durasi.


ISU soal fokus manusia ini sempat ramai setelah riset Microsoft (2015) menemukan bahwa rata-rata rentang perhatian turun dari 12 detik (2000) menjadi 8 detik (2013). 


Banyak orang buru-buru menyalahkan media sosial, padahal TikTok dan Instagram belum meledak saat itu. Jadi, apa yang sebenarnya terjadi?


Menurut Barbara Jacquelyn Sahakian, profesor neuropsikologi klinis di University of Cambridge, perhatian itu tidak sesederhana “panjang” atau “pendek”. Ada banyak bentuk perhatian, misalnya:



Nah, “8 detik” itu kemungkinan merujuk pada scanning attention, bukan sustained attention. Jadi bukan berarti kita tak bisa baca buku berjam-jam, melainkan kita jadi lebih cepat menilai apakah sesuatu pantas diperhatikan.


Fenomena ini terlihat jelas pada Gen Z. Mereka memang sering menonton video TikTok cuma beberapa detik, tapi riset Google (2023) menunjukkan minat mereka pada konten panjang seperti dokumenter, video esai, atau podcast justru meningkat. 


Penelitian lain juga menemukan Gen Z masih rajin ke perpustakaan dan membaca buku fisik.


Lalu, apakah smartphone benar-benar merusak otak? Tidak sesederhana itu. 


Neil Bradbury dari Rosalind Franklin University (2016) menekankan bahwa banyak klaim soal “rentang fokus mahasiswa” kurang punya bukti kuat. 


Justru variabilitas terbesar muncul dari kualitas dosennya, bukan dari format pengajaran. Kalau mahasiswa bosan setelah 15 menit kuliah, bisa jadi masalahnya ada di gaya mengajar, bukan kapasitas otak mereka.


Hal ini selaras dengan pengalaman banyak orang muda. Adam Holm menulis di Forbes, “Alasan saya cepat scroll bukan karena attention span saya rendah. Kontennya saja yang tidak layak diperhatikan.”


Artinya, kita jangan buru-buru menganggap diri sendiri jadi “manusia 8 detik”. Otak kita masih bisa fokus lama, asal kontennya menarik dan relevan. 


Justru kemampuan scanning cepat ini bisa jadi senjata ampuh: kita bisa lebih efisien memilih informasi penting di tengah lautan distraksi digital.


Jadi, sama seperti ikan mas yang ternyata tidak sebodoh mitosnya, manusia juga tak kehilangan kemampuan fokus. Yang berubah hanyalah cara kita mengalokasikan perhatian. 


Dan siapa tahu, justru ini evolusi kecil yang membantu kita bertahan di era informasi super cepat.


Disadur dari IFL Science


Post a Comment

أحدث أقدم