Sisi buruk pinjam uang ke keluarga itu terjadi juga pada masyarakat Amerika Serikat.
Ringkasan
- Survei JG Wentworth: 52 miliar dolar per tahun berputar lewat pinjaman keluarga.
- Hampir separuh responden alami konflik serius, 75% merasa hubungan renggang setelahnya.
- Banyak pinjaman tidak tertulis, tanpa batas waktu, dan sering tak dilunasi.
PINJAM uang ke orang tua, saudara, atau kerabat memang bisa jadi jalan keluar saat dompet tipis. Tapi hati-hati, kebiasaan ini ternyata menyisakan jejak pahit: konflik, kerenggangan, bahkan rusaknya hubungan.
Survei terbaru dari JG Wentworth mengungkap bahwa lebih dari setengah orang Amerika pernah meminjam uang dari keluarga atau teman, dengan nilai “ekonomi tersembunyi” mencapai 52 miliar dolar per tahun.
Sayangnya, hampir tiga perempat responden mengaku hubungan mereka tak lagi seerat dulu setelah urusan uang itu.
Survei terhadap 1.267 responden ini mencatat beberapa poin penting:
- 46,6% mengaku pinjam-meminjam memicu konflik serius.
- 75,1% merasa hubungan tak lagi sedekat sebelumnya.
- Rata-rata pinjaman $297, dengan sisa utang $237 yang belum terbayar.
Ketika kepepet, mayoritas orang memilih keluarga sebagai “bank darurat”. Orang tua (77,7%), saudara kandung (75,8%), dan kakek-nenek (75,7%) jadi sasaran utama.
Sementara itu, teman hanya muncul di angka 2,8% dan pasangan romantis 2%.
Menariknya, hampir separuh responden (48,3%) mengaku lebih rela meminjam ke keluarga tanpa niat mengembalikan, sedangkan hanya 1,1% yang merasa nyaman melakukan hal sama dengan teman.
Tapi justru di sinilah masalah bermula. Pinjaman keluarga sering tanpa aturan jelas. Hampir 50% tidak pernah membicarakan batas waktu, apalagi membuat perjanjian tertulis.
Akibatnya, 54,5% pemberi pinjaman harus menagih lebih dari sekali, dan 50,4% akhirnya merugi karena uang tak kembali. Bahkan, 48,1% sempat terpikir membawa masalah ini ke jalur hukum, meski akhirnya mengurungkan niat.
Dampak psikologis dan emosionalnya tidak kalah besar. Sekitar 71% responden mengatakan komunikasi dengan keluarga sempat putus setelah masalah pinjaman.
Bahkan, hampir 70% mengaku kondisi finansial pribadi mereka ikut terganggu karena uang tak kembali. Beberapa kasus berakhir pada estrangement alias renggang permanen hingga hubungan benar-benar putus.
Fenomena ini makin relevan di tengah utang kartu kredit Amerika yang tembus $1,18 triliun awal 2025 (Federal Reserve). Tak heran banyak orang lari ke keluarga sebagai penyelamat instan.
Sayangnya, solusi jangka pendek ini bisa berbalik jadi beban jangka panjang, terutama bila tidak ada kesepakatan yang sehat.
Beberapa ahli keuangan keluarga menyarankan alternatif: buat perjanjian tertulis meski dengan keluarga, tentukan jangka waktu pengembalian, atau jika memungkinkan gunakan pinjaman resmi agar hubungan pribadi tetap terjaga.
Pada akhirnya, pinjam uang ke orang dekat bukan sekadar urusan finansial, tapi juga menyangkut kepercayaan, komunikasi, dan batasan pribadi. Jika tidak hati-hati, uang yang hilang mungkin bisa dicari lagi, tapi hubungan yang rusak belum tentu bisa diperbaiki.
Disadur dari StudyFinds.

Posting Komentar