Tim kimiawan dari University of Oxford akhirnya memecahkan misteri arkeologi yang membingungkan selama puluhan tahun.
Ilustrasi dibuat oleh AI berdasarkan foto dari Luciana Carvalho/ University of Oxford.Ringkasan
- Analisis modern mengungkap residu dalam kendi perunggu kuno adalah madu, bukan lemak hewani atau nabati.
- Metode gabungan spektrometri massa, analisis molekul, dan spektroskopi menjadi kunci pembuktian.
- Penemuan ini memperkaya pemahaman tentang ritual persembahan kuno di Yunani selatan.
SISA lengket berwarna oranye-cokelat di dalam kendi perunggu dari kuil Yunani kuno di Paestum, Italia Selatan, ternyata benar-benar berasal dari madu—kemungkinan dalam bentuk sarang lebah utuh.
Temuan ini menjadi bukti biomolekuler pertama persembahan madu di situs berusia 2.500 tahun.
Kuil bawah tanah yang berjarak sekitar 1,5 jam dari Pompeii ini ditemukan pada 1954, lengkap dengan kendi perunggu berisi zat lengket oranye-cokelat.
Saat itu, arkeolog menduga itu adalah madu, mengingat perannya yang penting di dunia kuno, sering dipersembahkan untuk dewa atau dibawa ke alam baka bersama jenazah.
Namun, tiga kali penelitian berbeda selama 30 tahun gagal membuktikan dugaan itu. Hasilnya justru menunjukkan campuran lemak dengan kontaminasi serbuk sari dan bagian serangga.
Baru kali ini, teknologi analisis modern mengubah cerita.
Peneliti Oxford menggunakan gabungan teknik, mulai dari spektrometri massa untuk protein, analisis molekul kecil, hingga X-ray photoelectron spectroscopy, untuk menyingkap komposisi molekulnya.
Mereka berhasil menemukan gula, asam organik, dan protein royal jelly yang identik dengan sarang lebah modern, serta mirip profil kimia madu segar.
Menariknya, analisis X-ray juga menunjukkan adanya produk korosi tembaga yang menempel erat pada residu.
Menurut Dr. Luciana da Costa Carvalho, ion tembaga ini bersifat antibakteri alami, sehingga kemungkinan membantu melindungi penanda gula dari pembusukan mikroba selama ribuan tahun.
Kerja sama lintas institusi berperan penting di sini. Penelitian ini lahir dari kemitraan antara University of Oxford, Ashmolean Museum, dan Archaeological Park of Pompeii.
Kesempatan untuk menganalisis kembali isi kendi ini datang saat persiapan pameran Last Supper in Pompeii pada 2019.
Dari total 37 artefak yang diperiksa, banyak yang memberi wawasan baru, mulai dari bekas jelaga yang menunjukkan penggunaan untuk memasak, hingga kerak kapur tebal yang mengungkap fungsi sebagai ketel pemanas air.
Bagi arkeolog seperti Dr. Gabriel Zuchtriegel, temuan ini membuktikan bahwa teknologi kimia modern bisa menghidupkan kembali kisah artefak yang selama puluhan tahun hanya “diam di rak” museum.
Bukti madu ini tak hanya menegaskan praktik persembahan dalam budaya Yunani selatan abad ke-6 SM, tetapi juga membuka peluang analisis ulang bahan-bahan organik lain yang sudah lama tersimpan.
Menariknya, madu sendiri dalam budaya Mediterania kuno sering dikaitkan dengan keabadian dan kemurnian.
Dalam teks-teks klasik, madu dianggap makanan para dewa (ambrosia) dan kerap digunakan dalam upacara pemurnian.
Persembahan madu di Paestum ini, dengan demikian, bukan hanya simbol kemewahan, tetapi juga pesan spiritual yang melintasi 25 abad.
Disadur dari laman University of Oxford.
إرسال تعليق