Penemuan dari UC Davis Coffee Center bisa menjadi titik balik bagi standar objektif dalam industri kopi yang selama ini mengandalkan insting dan pengalaman.
Ringkasan
- Semua kopi Arabika, meski dipanggang dengan profil berbeda, mengikuti kurva warna yang sama.
- Studi menggunakan alat pemanggang skala industri dan pemantauan warna tiap menit selama 16 menit pemanggangan.
- Hasilnya bisa mendorong standar kuantitatif baru dalam pengendalian mutu kopi.
KALAU kamu pernah melihat roaster kopi bekerja, kamu tahu mereka sering mengandalkan mata, hidung, dan telinga untuk tahu kapan kopi mencapai kematangan sempurna.
Tapi kini, sains punya kabar baik, warna kopi bisa menjadi tolok ukur objektif dan akurat dalam menilai hasil sangrai.
Tim peneliti dari UC Davis Coffee Center menyusun eksperimen besar-besaran untuk membongkar misteri ini.
Mereka memanggang biji kopi Arabika dengan tujuh profil pemanggangan berbeda, dari slow start yang lambat memanaskan, hingga fast start yang langsung panas di awal.
Meski pendekatan energi dan suhu sangat bervariasi, hasil akhirnya tetap menunjukkan satu hal: biji kopi Arabika mengalami transformasi warna yang konsisten, mengikuti pola yang dapat diprediksi.
Penelitian ini adalah yang pertama melacak perubahan warna kopi secara mendetail setiap menit selama 16 menit proses sangrai. Dan inilah hasil mencengangkannya.
Warna kopi bisa dijelaskan lewat sistem warna ilmiah L*a*b\*, yang mengukur kecerahan (L\*), gradasi hijau-merah (a\*), dan biru-kuning (b\*).
Gambar yang menunjukkan warna sampel kopi bubuk untuk tujuh profil sangrai menggunakan kopi Uganda yang telah dicuci (USF). Grafis: Scientific Reports via Phys.
Dengan data ini, tim mampu membuat persamaan matematika yang dapat memprediksi perubahan warna dengan akurasi lebih dari 93%.
Profesor Irwin R. Donis-González, peneliti utama studi ini, menjelaskan bahwa warna bukan sekadar tampilan, tapi cerminan dari reaksi kimia yang terjadi, terutama reaksi Maillard yang menciptakan aroma dan rasa khas kopi sangrai.
Hebatnya lagi, titik-titik penting dalam proses sangrai seperti perubahan warna, first crack, dan second crack ternyata terjadi di koordinat warna yang nyaris sama, terlepas dari teknik pemanggangan atau asal kopi.
Temuan ini bisa jadi pedoman baru untuk industri. Dengan standar warna yang universal, roaster bisa mencapai konsistensi kualitas lebih tinggi, mengurangi subjektivitas, dan memperbaiki kontrol mutu.
Bahkan, konsumen juga bisa lebih percaya bahwa "medium roast" benar-benar berarti sama, di mana pun mereka membelinya.
Jadi, apakah masa depan kopi akan dipandu oleh kurva warna daripada hanya oleh insting sang roaster? Bisa jadi. Yang jelas, kopi kini tidak hanya soal rasa dan aroma — tapi juga sains warna yang akurat.
Disadur dari Phys.org.


Posting Komentar