Sebuah eksperimen online menunjukkan bahwa orang dengan tingkat kecemasan rendah, lebih optimis, gigih, dan aktif secara perilaku ternyata lebih peka terhadap konsekuensi jangka panjang dari keputusan mereka.
Ringkasan
- Orang dengan kecemasan rendah lebih mampu mempertimbangkan dampak jangka panjang.
- Optimisme, kegigihan, dan dorongan berperilaku aktif meningkatkan kepekaan pada masa depan.
- Depresi dan anhedonia tidak banyak memengaruhi sensitivitas pada konsekuensi jangka panjang.
DALAM psikologi, kecenderungan seseorang untuk mempertimbangkan dampak jangka panjang sebelum mengambil keputusan, dikenal dengan istilah sensitivity to future consequences.
Orang dengan kepekaan tinggi biasanya lebih sanggup menunda kesenangan sesaat demi hasil yang lebih baik di masa depan. Hal ini erat kaitannya dengan pengendalian diri, kemampuan merencanakan, serta pengelolaan risiko.
Efeknya bisa dilihat di banyak aspek kehidupan. Studi Peters dkk. (2019) dan Hershfield (2020), menunjukkan orang yang peka pada konsekuensi masa depan lebih rajin olahraga.
Mereka juga lebih mampu menjauhi kebiasaan buruk seperti merokok, lebih disiplin menabung, bahkan cenderung lebih sukses secara akademis maupun profesional.
Sebaliknya, rendahnya kepekaan ini sering berkaitan dengan perilaku impulsif yang mengejar kepuasan sesaat tanpa memikirkan dampak jangka panjang.
Penelitian yang dilakukan Xinyao Ma dan John E. Roberts dan hasilnya diterbitkan di jurnal Personality and Individual Differences itu melibatkan 504 orang dewasa.
Mereka diminta menyelesaikan “Scenario Task” berisi 14 situasi sehari-hari yang menimbulkan dilema pendekatan-penghindaran, di mana sebuah tujuan punya sisi menarik sekaligus sisi yang merugikan.
Kelompok eksperimen mendapat informasi tambahan tentang konsekuensi jangka panjang, sementara kelompok kontrol tidak.
Hasilnya jelas, kelompok yang membaca skenario dengan informasi masa depan lebih cenderung memilih tindakan yang sejalan dengan tujuan (approach behavior).
Ini menunjukkan bahwa ketika konsekuensi jangka panjang dibuat lebih nyata, orang terdorong mengambil keputusan yang lebih rasional.
Namun, tidak semua individu bereaksi sama. Mereka yang memiliki tingkat kecemasan lebih rendah, lebih optimis, gigih, dan aktif dalam perilaku, lebih sensitif terhadap informasi tentang masa depan.
Sebaliknya, gejala depresi, anhedonia, dan sikap tidak terencana tidak terlalu berpengaruh pada keputusan.
Temuan ini menarik karena menyoroti perbedaan antara kecemasan dan depresi. Keduanya sering dikaitkan dengan kesulitan merencanakan masa depan.
Namun, studi ini menunjukkan bahwa justru kecemasanlah yang paling kuat menghambat sensitivitas terhadap konsekuensi jangka panjang.
Orang dengan kecemasan tinggi lebih mudah terjebak pada kenyamanan sesaat demi mengurangi rasa tegang, walau dampaknya buruk di kemudian hari, menurut Harvard Health.
Tentu, studi ini punya keterbatasan. Penilaian didasarkan pada skenario fiksi dan laporan diri, bukan perilaku nyata. Dalam dunia nyata, faktor lingkungan, tekanan sosial, hingga budaya juga memengaruhi cara seseorang menimbang masa depan.
Meski begitu, riset ini menambah pemahaman tentang bagaimana karakter psikologis membentuk hubungan kita dengan waktu, risiko, dan pilihan hidup.
Disadur dari PsyPost.

إرسال تعليق