Peneliti menemukan cara licik cacing parasit Schistosoma mansoni menyusup ke tubuh manusia tanpa memicu rasa sakit.
Peneliti menemukan cara licik cacing parasit Schistosoma mansoni menyusup ke tubuh manusia tanpa memicu rasa sakit. Ilustrasi dibuat oleh AI berdasarkan foto USUHS via The Debrief.Ringkasan
- Schistosoma mansoni menginfeksi lebih dari 250 juta orang di dunia, terutama lewat air tawar tercemar.
- Cacing ini menonaktifkan saraf TRPV1 yang biasanya mendeteksi panas dan rasa pedas, sehingga tubuh tidak memberi alarm.
- Penelitian terbaru menunjukkan stimulasi saraf ini bisa memicu sistem imun untuk melawan infeksi.
DENGAN memanipulasi saraf perasa panas, cacing ini bisa “menyelinap” lewat kulit dan menginfeksi jutaan orang setiap tahun. Temuan ini membuka peluang pengobatan baru berbasis sistem saraf.
Bayangkan ada makhluk mikroskopis yang bisa masuk ke tubuh Anda tanpa meninggalkan rasa gatal, panas, apalagi sakit. Itulah yang dilakukan Schistosoma mansoni, salah satu cacing parasit paling mematikan di dunia.
Ia tidak menyerang seperti bakteri atau jamur yang biasanya bikin perih. Justru, ia menipu tubuh kita dengan cara yang sangat halus.
Makhluk itu membungkam saraf perasa panas bernama TRPV1, saraf yang biasanya juga bereaksi saat kita kepedasan makan cabai.
Menurut riset terbaru yang dipublikasikan di The Journal of Immunology, cacing ini bisa masuk lewat kulit tanpa menyalakan “alarm” sistem imun.
Padahal, larvanya (cercariae) bisa menembus kulit hanya lewat kontak dengan air tawar tercemar. Dari sana, mereka menjalar ke organ vital dan menimbulkan infeksi kronis yang bisa berlangsung bertahun-tahun.
Eksperimen pada tikus memperlihatkan hal menarik. Setelah terinfeksi larva S. mansoni, tikus jadi kurang peka terhadap panas.
Ketika sarafnya diuji dengan capsaicin (zat pedas pada cabai), respons kalsium dan pelepasan molekul imun pun jauh berkurang. Artinya, si cacing mampu meredam sinyal rasa sakit sekaligus menghambat reaksi pertahanan tubuh.
Lebih lanjut, ketika saraf TRPV1 ini diaktifkan dengan cahaya biru lewat teknik optogenetik, ternyata tubuh tikus jadi lebih siap melawan infeksi.
Sistem imun bereaksi lebih cepat, lebih banyak sel pertahanan yang datang ke lokasi, dan jumlah larva yang berhasil lolos ke paru-paru pun turun drastis.
Sebaliknya, ketika saraf ini dimatikan dengan racun saraf khusus, tubuh jadi jauh lebih rentan. Jumlah cacing yang berhasil berkembang biak meningkat pesat.
Kesimpulannya jelas, saraf TRPV1 bukan hanya mendeteksi panas, tapi juga berperan sebagai “alarm” penting melawan invasi parasit.
Penemuan ini membuka jalan baru untuk dua hal. Pertama, penanganan penyakit tropis seperti schistosomiasis.
Bisa jadi, krim berbasis capsaicin atau bahan lain yang menstimulasi TRPV1 dipakai sebagai pencegah infeksi bagi mereka yang tinggal di daerah rawan.
Kedua, riset ini juga bermanfaat untuk terapi nyeri. Jika kita bisa meniru cara cacing ini membungkam saraf, mungkin bisa tercipta obat penghilang rasa sakit yang lebih aman ketimbang opioid.
Para peneliti juga menduga trik serupa mungkin digunakan cacing parasit lain, seperti cacing tambang atau Strongyloides.
Jika benar, temuan ini bisa jadi kunci dalam memahami hubungan antara sistem saraf dan sistem imun, dua hal yang ternyata jauh lebih erat daripada dugaan kita selama ini.
Pada akhirnya, Schistosoma mansoni adalah pencuri ulung. Ia tahu cara menyelinap, membungkam alarm tubuh, lalu bertahan selama puluhan tahun dalam tubuh manusia.
Tapi dengan pengetahuan baru ini, ilmuwan punya kesempatan untuk membalikkan keadaan: memakai trik si cacing untuk menciptakan obat, baik melawan infeksi maupun untuk mengatasi nyeri kronis.
Disadur dari The Debrief dan sumber daring lainnya.
إرسال تعليق