Urusan Infeksi Usus, Manusia Kuno dan Masyarakat Modern Hadapi Masalah yang Sama

Masyarakat modern ternyata menghadapi masalah kebersihan dan sanitasi mirip dengan manusia kuno.


Masyarakat modern ternyata menghadapi masalah kebersihan dan sanitasi mirip dengan manusia kuno.Ilustrasi dibuat oleh AI.


Ringkasan 

  • Analisis DNA dari kotoran manusia berusia seribu tahun di Meksiko menunjukkan adanya infeksi usus umum seperti E. coli, Giardia, dan Shigella.
  • Temuan ini menunjukkan bahwa manusia masa lalu menghadapi masalah kebersihan dan sanitasi mirip dengan masyarakat modern.
  • Studi ini membantu melacak evolusi penyakit usus dan hubungan panjang manusia dengan mikroba patogen.


PARA arkeolog di Meksiko menemukan sesuatu yang mungkin bukan penemuan paling glamor di dunia—tapi justru sangat berharga: Kotoran manusia berusia lebih dari seribu tahun. 


Dalam penelitian baru yang diterbitkan di jurnal PLOS ONE, tim ilmuwan menunjukkan bahwa “paleofeces” atau tinja purba ini berfungsi seperti kapsul waktu biologis, menyimpan rahasia tentang kesehatan usus manusia kuno.


Dengan teknologi DNA modern, para peneliti menganalisis sepuluh sampel kotoran yang ditemukan di La Cueva de Los Muertos Chiquitos (Gua Anak-Anak Mati) di Durango, Meksiko—sebuah situs arkeologi yang sudah digali sejak 1950-an. 


Di gua itu juga ditemukan sisa-sisa tanaman seperti agave, jagung, dan labu, menandakan diet kaya serat tapi kasar. Tapi kali ini, para ilmuwan ingin tahu lebih dalam: penyakit apa yang bersembunyi di perut manusia kuno tersebut?


Hasilnya mengejutkan. Setiap sampel mengandung setidaknya satu patogen usus. Dua jenis paling umum adalah Blastocystis dan enteropathogenic Escherichia coli (E. coli), yang muncul pada sekitar 70% sampel. 


Selain itu, ditemukan pula cacing kremi (pinworm) pada enam sampel, serta patogen penyebab diare seperti Shigella dan Giardia.


Sebagian dari mikroba ini tidak selalu berbahaya. Blastocystis, misalnya, sering hidup dalam usus manusia tanpa gejala. Tapi yang lain, seperti Shigella dan Giardia, bisa menyebabkan diare parah dan dehidrasi berat. 


Temuan ini menunjukkan, masyarakat masa itu hidup dalam kondisi sanitasi yang buruk, tanpa air bersih atau sistem limbah yang baik—masalah yang, sayangnya, masih dialami banyak daerah di dunia hingga kini.


“Bekerja dengan sampel ini seperti membuka kapsul waktu biologis,” kata Drew Capone, penulis utama dari Indiana University, dalam rilis persnya. 


“Setiap potongannya memberi gambaran tentang kehidupan sehari-hari manusia lebih dari seribu tahun lalu.”


Namun, para peneliti berhati-hati dalam menarik kesimpulan. Hanya sepuluh sampel yang diteliti, dan tes PCR hanya bisa mendeteksi patogen yang memang dicari. 


Patogen lain seperti Cryptosporidium, yang sebelumnya ditemukan di situs yang sama lewat uji protein, tidak muncul kali ini—mungkin karena DNA-nya sudah rusak.


Meskipun demikian, hasil ini tetap penting. Karena patogen seperti pinworm dan Shigella hanya hidup di tubuh manusia, temuan ini sekaligus memastikan bahwa tinja yang diteliti memang milik manusia, bukan hewan. 


Artinya, ini adalah bukti langsung bahwa penyakit usus sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia ribuan tahun sebelum sistem pembuangan modern ada.


Fakta bahwa manusia masa lalu menderita penyakit usus yang sama seperti kita, dari E. coli hingga Giardia, menunjukkan bahwa hubungan kita dengan mikroba patogen sudah berlangsung sangat lama. 


Infeksi semacam itu bisa berasal dari air yang tidak direbus, makanan terkontaminasi, atau lalat yang hinggap di makanan. 


Dalam dunia tanpa sabun, tanpa pipa air, dan tanpa toilet, sistem kekebalan menjadi satu-satunya garis pertahanan.


Penelitian ini juga membuka peluang baru bagi bidang arkeogenomik, yakni studi tentang DNA purba untuk memahami evolusi penyakit. 


Menurut ahli mikrobiologi Joe Brown dari University of North Carolina, analisis tinja kuno dapat membantu melacak bagaimana mikroba beradaptasi dengan manusia selama ribuan tahun.


Hal tersebut mungkin memberi petunjuk bagaimana kita bisa melawan mereka hari ini.


Tim berencana melanjutkan penelitian dengan ratusan sampel dari wilayah dan periode lain untuk memetakan perjalanan penyakit usus seiring migrasi, perdagangan, dan perubahan pola makan. 


Dengan kata lain, dari seonggok kotoran kuno, kita belajar bahwa sebagian besar musuh biologis manusia ternyata tak pernah benar-benar pergi—hanya berubah bentuk dan terus hidup bersama kita.


Disadur dari ZME Science. 


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama