Misteri Tubuh Super Kurus: Mengapa Sebagian Orang Sulit Gemuk?

Tak sedikit orang menghadapi persoalan susah menambah berat badan.


Tak sedikit orang menghadapi persoalan susah menambah berat badan.Foto Ilustrasi: tirachardz/Freepik

 

Ringkasan

  • Constitutional thinness membuat seseorang tetap kurus meski makan banyak dan jarang olahraga.
  • Faktor genetik, metabolisme, hingga komposisi tubuh diduga berperan besar.
  • Studi ini tak hanya penting bagi orang kurus ekstrem, tapi juga bisa memberi wawasan baru untuk mengatasi obesitas.


SEBAGIAN besar perhatian dunia kesehatan tertuju pada masalah obesitas, tetapi di sisi lain ada kelompok kecil yang justru menghadapi persoalan sebaliknya, tubuh yang terlalu kurus dan sulit sekali menambah berat badan. 


Kondisi yang disebut constitutional thinness ini diperkirakan memengaruhi sekitar 1,9% populasi, termasuk 6,5 juta orang di Amerika Serikat


Para ilmuwan kini mulai meneliti penyebab biologisnya—dari gen hingga metabolisme—karena fenomena ini bisa membuka petunjuk baru tentang bagaimana tubuh manusia mengatur berat badannya.


Kisah nyata datang dari Bella Barnes, pelatih kebugaran di Inggris. Ia bercerita tentang klien-kliennya yang sampai rela memakai legging berlapis atau bahkan bantalan khusus agar terlihat lebih berisi. 


Sama seperti orang dengan obesitas yang kerap menghadapi stigma, mereka yang terlalu kurus juga mengalami “skinny shaming”. 


Seringkali, penderitaan mereka dianggap bukan masalah serius, seolah-olah keluhan "sulit gemuk" hanyalah keinginan remeh.


Fenomena ini sudah dicatat sejak 1933, dan semakin jelas lewat studi kembar identik tahun 1990


Dalam eksperimen tersebut, beberapa orang bisa menyimpan hampir semua kelebihan kalori sebagai lemak, sementara yang lain “menghilangkan” hingga 60% energi ekstra. 


Artinya, ada faktor genetik yang menentukan seberapa mudah seseorang menambah berat badan.


Penelitian terbaru menemukan bahwa orang dengan onstitutional thinness:

  • sering punya massa otot lebih kecil hingga 20% dibanding orang dengan berat normal,
  • kadang memiliki kepadatan tulang lebih rendah, meningkatkan risiko osteoporosis,
  • tetap membawa kadar lemak tubuh yang relatif normal meski bobotnya sangat rendah.


Beberapa hipotesis menyebut tubuh mereka mungkin “membuang” kalori lebih banyak melalui gerakan kecil (fidgeting), produksi panas tubuh (thermogenesis), hingga ekskresi lewat feses atau urine. 


Dalam kasus tertentu, seseorang bisa kehilangan hingga 200 kalori per hari hanya lewat pembuangan tubuh—setara setengah botol soda. 


Menariknya, beberapa riset juga menunjukkan bahwa mereka cenderung memiliki lebih banyak jaringan lemak cokelat yang memang membakar energi untuk menghasilkan panas.


Faktor genetik punya pengaruh kuat. Sekitar 74% orang yang kurus ekstrem ternyata memiliki anggota keluarga dengan kondisi serupa. 


Gen seperti FTO, MC4R, FAIM2, hingga ALK muncul sebagai kandidat penting. Studi pada tikus bahkan menunjukkan, jika gen ALK dihapus, tikus jadi “kebal” terhadap kegemukan meskipun diberi diet tinggi lemak. 


Para ilmuwan berharap penemuan ini bisa membuka jalan bagi terapi baru, baik untuk orang yang kesulitan menambah maupun menurunkan berat badan.


Kondisi ini tidak selalu sehat. Selain risiko tulang rapuh dan kekurangan massa otot, orang dengan tubuh super kurus bisa merasa lelah atau kesulitan melakukan aktivitas sederhana. 


Namun ada juga sisi positifnya: mempelajari tubuh mereka bisa memberi cermin biologis bagi obesitas, membantu ilmuwan menemukan mekanisme alami yang melindungi dari kegemukan.


Sementara riset terus berjalan, kisah seperti Bella Barnes memberi gambaran nyata bahwa kurus ekstrem bisa sama menyulitkannya dengan obesitas. 


Dengan pendekatan nutrisi tepat dan latihan kekuatan, ia berhasil menambah 18 kilogram dan kini membagikan pengalamannya ke ratusan klien. Bagi Bella, “lima kilo lagi mungkin bikin saya paling bahagia.”


Disadur dari Live Science.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama