Manusia purba di Kenya sudah melakukan perjalanan jauh untuk mencari batu terbaik demi membuat alat.
Ringkasan
- Alat batu Oldowan dari situs Nyayanga dibuat dari batu vulkanik dan metamorf yang harus dibawa dari jarak hingga 13 km.
- Penemuan ini memundurkan garis waktu kemampuan kognitif manusia purba sekitar 600.000 tahun.
- Diduga Paranthropus, kerabat dekat manusia dengan gigi dan tengkorak kuat, adalah pembuatnya.
DI tahun 1930-an, arkeolog pertama kali menemukan alat batu Oldowan di Tanzania, berupa batu palu (hammerstone), batu tajam untuk memotong, dan serpihan batu yang berfungsi seperti pisau primitif.
Sejak itu, peralatan serupa ditemukan di berbagai lokasi Afrika, termasuk situs Nyayanga di tepi timur Danau Victoria, Kenya.
Namun ada masalah. Batu-batu lokal di Nyayanga terlalu rapuh, mudah tumpul atau pecah, sehingga tidak cocok untuk membuat alat pemotong daging atau penghancur tanaman keras.
Setelah melakukan analisis geokimia terhadap ratusan serpihan batu, para peneliti menemukan bahwa alat itu justru dibuat dari batu jenis rhyolite dan kuarsit.
Dan, sumber batu jenis tersebut terletak di daerah drainase sejauh delapan mil (sekitar 13 km) dari situs utama. Dengan kata lain, nenek moyang manusia ini rela berjalan jauh untuk mendapatkan bahan baku terbaik.
Menurut Emma Finestone, penulis utama studi, hal ini mengejutkan karena sebelumnya para ilmuwan mengira “ekspedisi” semacam itu baru muncul jauh lebih belakangan dalam evolusi manusia.
Penemuan di Nyayanga juga menambah teka-teki siapa sebenarnya pembuat alat Oldowan tersebut.
Hingga kini, sulit memastikan spesies mana yang pertama kali melakukannya karena fosil hominin jarang ditemukan berdekatan langsung dengan alat.
Namun, petunjuk kuat muncul, di sekitar lokasi yang sama ditemukan gigi Paranthropus, genus hominin dengan rahang dan gigi superkuat, yang kemungkinan besar adalah inovator awal teknologi batu.
Menariknya, alat batu Oldowan juga digunakan untuk memotong bangkai kuda nil di situs yang sama, rekam jejak awal perburuan atau pemanfaatan hewan besar oleh manusia purba.
Hal ini menunjukkan bahwa teknologi bukan hanya soal kelangsungan hidup, tetapi juga strategi adaptif untuk menguasai lingkungan.
Dalam konteks yang lebih luas, penelitian ini mengingatkan kita bahwa hubungan manusia dengan teknologi sudah terjalin sejak jutaan tahun lalu.
Sama seperti manusia purba yang mencari batu sempurna untuk alat, manusia modern kini berburu “batu baru” dalam bentuk silikon untuk chip komputer atau logam tanah jarang untuk baterai.
Evolusi kognitif yang mendorong kita mencari bahan terbaik ternyata adalah pola lama yang terus berulang.
Disadur dari Popular Science.

Posting Komentar