Misteri Otak Pecandu Dipecahkan Lewat Lalat Buah

 Peneliti berhasil membuat lalat buah yang bisa kecanduan kokain. Lewat eksperimen ini, ilmuwan berharap bisa menemukan cara baru dan lebih cepat untuk memahami dan mengobati kecanduan kokain.


Peneliti berhasil membuat lalat buah yang bisa kecanduan kokain. Lewat eksperimen ini, ilmuwan berharap bisa menemukan cara baru dan lebih cepat untuk memahami dan mengobati kecanduan kokain.Foto Ilustrasi: wirestock/Freepik


Ringkasan

  • Lalat buah hasil rekayasa genetik bisa memilih kokain secara sukarela, terobosan pertama dalam riset kecanduan menggunakan serangga.
  • Respon lalat terhadap kokain mirip manusia, termasuk gejala hiperaktif hingga lumpuh, membuatnya ideal untuk riset biologis.
  • Pemblokiran reseptor rasa pahit memungkinkan lalat mulai menyukai kokain, membuka peluang memahami mekanisme kecanduan secara mendalam.


DALAM studi terbaru yang dimuat di Journal of Neuroscience, ilmuwan dari University of Utah berhasil membuat lalat buah yang bisa sukarela mengonsumsi kokain. 


Biasanya, serangga ini ogah mendekati zat tersebut karena mendeteksi rasa pahit lewat reseptor di kakinya. Tapi setelah bagian itu "dimatikan", para lalat mulai menikmati air gula yang mengandung kokain.


Menurut peneliti utama, Dr. Adrian Rothenfluh, efek kokain pada lalat mirip manusia: dalam dosis rendah mereka jadi hiperaktif, dan dalam dosis tinggi mereka malah lumpuh. 


“Lalat dan manusia bereaksi terhadap kokain dengan cara yang sangat mirip,” ujarnya.


Yang membuat lalat buah menarik adalah karena 75% gen penyakit manusia juga dimiliki lalat, dan karena pertumbuhannya cepat serta gampang dimodifikasi, lalat jadi ‘kelinci percobaan’ ideal untuk riset genetika adiksi.


Penghalang tak terduga


Peneliti pertama, Dr. Travis Philyaw, mencurigai bahwa rasa pahit jadi penghalang utama. 


Lalat ternyata punya reseptor rasa di kaki (tepatnya di segmen tarsal), yang membuat mereka bisa "merasakan" makanan sebelum memakannya. Kokain, sebagai racun tanaman, langsung memicu sinyal pahit ini.


Setelah reseptor pahit ini dibungkam, lalat mulai menunjukkan preferensi terhadap kokain. Hanya butuh waktu 16 jam bagi mereka untuk mulai kecanduan dalam dosis rendah. 


Ini sangat mencerminkan bagaimana adiksi bisa terbentuk cepat, bahkan di otak sekecil lalat.


Dengan menggunakan model lalat ini, para peneliti kini bisa menguji ratusan gen dalam waktu singkat, sesuatu yang jauh lebih sulit dilakukan pada tikus atau primata. 


“Kami dapat melakukan penelitian skala besar pada lalat dengan sangat cepat,” kata Philyaw. Data genetik dari lalat bisa jadi bahan awal sebelum diuji pada hewan yang lebih kompleks atau bahkan manusia.


Sementara itu, Dr. Rothenfluh menambahkan bahwa riset dasar seperti ini—meski tampak sederhana—sering memberi wawasan besar tentang otak dan perilaku manusia. 


“Memahami otak lalat yang sederhana justru bisa mengungkap hal-hal yang tak kita sangka sebelumnya.”


Kecanduan kokain adalah masalah serius di berbagai negara. Di Amerika Serikat, menurut National Institute on Drug Abuse, lebih dari 24 ribu orang meninggal akibat overdosis kokain pada 2021.


Sementara itu, terapi yang tersedia saat ini belum efektif untuk semua orang, karena faktor genetik dan biologis berperan besar dalam menentukan siapa yang rentan terhadap kecanduan.


Di sinilah pentingnya eksperimen seperti ini. Dengan membuka pintu ke pemahaman lebih dalam soal gen dan mekanisme otak, model lalat ini bisa membantu menciptakan terapi yang lebih personal dan efektif.


Sumber: Medical Xpress – Fruit flies on cocaine could reveal better therapies for addiction 


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama